
JAKARTA (Suara Karya): Tren meningkatnya penggunaan air bersih selama pandemi covid-19 berdampak pada kondisi neraca air nasional. Diperlukan upaya nyata untuk mengatasi dampak tersebut, agar kondisinya tak semakin parah.
Hal itu dikemukakan Direktur Bina Teknik SDA Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Eko Winar Irianto dalam webinar yang digelar Indonesia Water Institute (IWI) untuk memperingati puncak Hari Air Dunia, pada Senin (22/3/2021).
Pembicara lain dalam webinar tersebut Direktur Eksekutif Institute Bisnis dan Ekonomi (IBEKA), Tri Mumpuni, Direktur Program TFCA Kalimantan Yayasan Kehati, Puspa Dewi Liman dan Ketua sekaligus pendiri IWI, Firdaus Ali.
Eko Winar menjelaskan, terjadinya trend peningkatan penggunaan air bersih karena kebijakan work from home (WFH) dan anjuran untuk perilaku hidup bersih sehat (PHBS). Hal itu juga berdampak pada menurunnya konsumsi air non domestik hingga 5,57 persen dari sebelum pandemi.
“Sementara konsumsi air domestik bertambah 3 kali lipat dari pemakaian normal,” ujarnya.
Karena itu, lanjut Eko Winar, pemerintah menerapkan rencana strategis guna mengatasi krisis air bersih. Diantaranya, peningkatan cakupan pelayanan, pemenuhan standar kualitas air minum, peningkatan pendanaan dan komitmen stakeholder, serta peningkatan kapasitas SPAM.
Hal senada dikemukakan Tri Mumpuni. Katanya, upaya itu supaya memberi hasil optimal harus menggunakan pendekatan masyarakat. Ia mencontohkan proyek-proyek terkait air yang diinisiasikan melalui gerakan perubahan menuju Indonesia yang lebih baik.
“Masyarakat sebetulnya ingin memperbaiki kondisi sumber daya air yang ada disekitar tempat tinggalnya, namun dibutuhkan strategi dan rencana konkrit yang dengan mudah diikuti masyarakat dalam penerapannya,” tuturnya.
Tri Mumpuni juga mendorong anak muda untuk dapat berkontribusi langsung dalam upaya pemenuhan kebutuhan air bersih dan energi di daerah-daerah marginal yang masih sulit dijangkau.
Sementara itu, Puspa Dewi Liman menyebut aspek perlindungan air dan lingkungan. Program yang dilakukan untuk perlindungan air, antara lain, konvensi Ramsar yang mengatur pengelolaan lahan basah secara berkelanjutan
Lahan basah ini nantinya akan berfungsi sebagai pendukung kehidupan secara langsung. Misalkan, sumber air tawar/air minum, pakan manusia, rumah bagi lebih dari 100 ribu mahluk hidup serta memberi mata pencaharian dan produk berkelanjutan.
“Secara ekologis, lahan basah berperan dalam pengendalian banjir, pencegahan intrusi air laut, erosi, pencemaran dan pengendali iklim global,” katanya menegaskan.
Webinar juga melibatkan pakar sumber daya yang juga berasal dari generasi muda seperti Sahabat Daur Ulang, SDA Muda, Sahabat Lingkungan, Ikatan Mahasiswa Teknik Lingkungan Indonesia, Biodiversity Warior KEHATI.dan Meloka Initiative.
Pembicara dari mahasiswa diwakilkan Alloysius Pamurda Dhika dari Universitas Indonesia, Na’im Royyani Aji dari Universitas Lambung Mangkurat dan Windu Fajar Arum dari Universitas Bakrie.
Untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terkait krisis air, IWI bersama Dua Kanvas memproduksi film pendek yang menyajikan kondisi real krisis air bersih di Indonesia saat ini, beserta upaya yang dilakukan pemerintah.
Film pendek tersebut mendapat respon dari Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, Direktur Eksekutif IBEKA, Tri Mumpuni dan perwakilan generasi muda, yaitu CEO dan Co-Founder Kitabisa.com, M. Alfatih Timur. (Tri Wahyuni)