
JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah rak hentinya melakukan pemberantasan kemiskinan namun hingga saat ini kemiskinan masih menghantui kehidupan masyarakat.
“Sudah lama kita memerangi kemiskinan, sejak zaman Pak Harto, kok masih banyak kemisikinan. Berarti ada yang salah,” kata Ketua Pembina Dompet Dhuafa Parni Hadi dalam pidato pembukaan Seminar Poverty Outlook 2019 yang diselenggarakan Dompet Dhuafa dan IDEAS di Auditorium Adhiyana Wisma Antara, Jakarta, Senin (9/11/2019).
Parni Hadi menandaskan, pemberantasan kemidkinan selama ini hanya sebagai proyek yang dilakukan berbagai instansi pemerintah. Dana pemberantasan kemiskinan itu tak sepenuhnya sampai kevrakyat mskin tersebut.
“Ada yang disebut pro job, pro poore, dan sebagainya tapi semua proyek. Saya melihat pengentasan kemiskinan harus berarti pemberdayaan orang miskin. Perlu mengubah mindset,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa Imam Rulyawan mengatakan, pihaknya mempunyai program pengentasan kemiskinan tanpa membedakan asal usul termasuk agama seseorang.
Dompet Dhuafa membantu semua orang, semua golongan tanpa membedakan atas agama dan daerah. Dompet Dhuafa Pancasilais,” kata dia.
Kehadiran DD, ujarnya adalah untuk menjawab masalah-masalah kemiskinan di negeri ini. “Hadir karena ada dhuafa kalau tidak ada dhuafa namanya bukan Dompet Dhuafa,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2019 mencapai 25,14 juta jiwa atau sekitar 9,82% dari total penduduk. Jumlah tersebut berkurang 530 ribu jiwa dibandingkan posisi September tahun lalu dan menyusut 805 ribu jiwa dibandingkan posisi Maret tahun lalu.
Dompet Dhuafa merilis, kemiskinan yang dialami masyarakat kelompok marjinal memang tidak hanya sebatas kemiskinan secara ekonomi, melainkan juga kemiskinan non-ekonomi seperti terbatasnya akses terhadap pengetahuan dan keterampilan, produktivitas yang rendah, nilai tukar yang rendah dari komoditi yang dihasilkan serta terbatasnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
“Karenanya, kemiskinan itu tidak dapat diselesaikan hanya dengan pembangunan ekonomi atau bantuan finansial, melainkan yang lebih utama pemberdayaan agar kelompok marjinal ini dapat mandiri dan mengubah nasibnya sendiri,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Pendiri Core Indonesia Hendri Saparini mengatakan, pemberantasan dan peningkatan kesejateraan masayarakat dapat dilakukan melalui dua strategi.
“Menjamin kebutuhan dasar dan pelayanan dasar bagi masyarakat miskin yang tidak produktif secara ekonomi (orang tua, anak-anak, dan difabel yang tidak memiliki tanggung jawab. Kedua, memberi kesempatan kerja bagi masyarakat miskin, dengan menciptakan lapangan kerja yang layak secara aktif, dengan mengalokasikan anggaran penciptaan lapangan kerja, menciptakan pasar (barang dan jasa) dan menyiapkan dukungan (modal, anajemen, tekno, dan sebagainya),” kata Hendri Saparini. (indra)