Pedagang Kecewa tak Dilibatkan, Harga Toko Pasar Kranji Baru Dinilai Tinggi Sekali

0
Pasar kranji baru yang akan direnovasi siang kemarin terlihat sepi, di sebelah kiri tempat penampungan sementara (TPS), yang segera ditempati pedagang. (Suarakarya.co.id/dra)

KOTA BEKASI (Suara Karya): Dikalangan pedagang Pasar Kranji Baru Kota Bekasi timbul kekecewaan terhadap renovasi pasar yang sudah dimulai pekerjaan fisik untuk tempat penampungan sementara, namun sering tidak dilibatkan terutama dalam menentukan harga toko pasca renovasi. Pihak developer dinilai mematok harga tinggi sekali yakni Rp 22 juta per meter per segi, sebaliknya pedagang menolak harga tersebut. Pedagang maksimal hanya mampu pada angka Rp 17 juta per meter per segi atau dibawahnya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) Kota Bekasi Kariman yang dihubungi sehubungan dengan renovasi Pasar Kranji Baru tersebut, malahan meminta untuk menghubungi Kepala Bagian (Kabag) Humas Pemkot Bekasi.

“Temui saja Kabag Humas (Pemkot Bekasi) untuk informasi karena ada PPID (Pejabat Pengelola Informasi Publik),” kata Kariman yang dihubungi melalui whatsapps di Bekasi, Jumat (27/11/2020).

Setelah memberikan jawaban satu kalimat yang hendak ditanya mengenai renovasi pasar di Kota Bekasi dan Pasar Kranji Baru khususnya, pejabat publik ini tidak memberikan respon lagi atas pertanyaan yang diajukan tentang renovasi pasar.

Ketua PPPKB Baharudin (duduk) dan Wakil Ketua PPPKB Nur Erlita di Toko Mas Idola Pasar Kranji Baru, Kota Bekasi. (Suarakarya.co.id/dra)

Ketua Persatuan Pedagang Pasar Kranji Baru (PPPBK) Baharudin mengungkapkan kekecewaan pedagang yang menghimpun diri dalam organisasi pedagang ini dikarenakan tidak pernah dilibatkan dalam berbagai perundingan terutama dalam penentuan harga toko.

“Perjuangan kami sejak 2017, namun kami tidak pernah ikut dalam penentuan harga toko ini. Pernah kami ketemu Kabag Kukum Pemda, tapi kami digiring agar setuju saja, mengikuti kemauan pemerintah. Kita kecewa tidak diperhatikan dan perlakukan seperti ini menekan kami,” kata Baharudin dalam pembicaraaan ini didampingi Wakil Ketua PPPKB Nur Erlita di Toko Mas Idola Pasar Kranji Baru, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi, Jumat sore (27/11/2020).

Baharudin seperti pernah diungkapkannya pada pertemuan sebelumnya, mengaku tidak tahu apa lagi yang akan terjadi selanjutnya terkait harga toko yang informasinya tidak ada yang dapat menjadi pedoman bagi pedagang.

“Kami belum tahu berapa harga toko yang sebenarnya, tetapi informasi yang berkembang dikalangan pedagang, harga toko dari developer senilai Rp 22 juta per meter per segi. Dengan harga sebesar itu, pedagang keberatan dan mereka hanya mampu maksimal hanya Rp 17 juta per meter per segi,” jelas Baharudin.

Harga toko dari developer sebesar itu, kata dia belum disetujui pedagang. Oleh karena itu, tambahnya renovasi pasar tersebut seperti berjalan bukan untuk memenuhi kebutuhan pedagang di pasar.

“Seperti pembangunan TPS yang sudah dibangun sementara perparkiran tidak jelas, membuat pasar bertambah semrawut. Buat siapa renovasi atau pembangunan pasar ini,” tanyanya.

Sedangkan dalam penentuan harga toko, mereka mengaku seperti dipaksakan agar pedagang menerima harga yang ditetapkan developer Rp 22 juta per meter persegi, atau lebih tinggi lagi.

“Dalam dua kali rapat di Dinas Perindag pada pertengahan 2018 lalu belum ada kesepakatan harga sampai detik ini. Tapi, kok ada tandatangan pedagang harga toko Rp 22 juta per meter per segi. Kita juga tidak tahu apa alasannya harga toko naik menjadi Rp 22 juta dari Rp 15 juta per meter per segi,” kata Nur Erlita menimpali.

Begitu pula, “Saat rapat paripurna dulu, waktu menetapkan harga toko kami tak dilibatkan. Yang dibawa dalam pertemuan itu adalah penjaga wc (kamar kecil), PKL (pedagang kaki lima), pedagang sayur,” ujar Nur Erlita lagi.

Dia menegaskan, pedagang tetap pada pendirian bahwa kesanggupannya untuk ‘menebus’ harga toko itu hanya pada angka Rp 17 juta per meter per segi. Bahkan, banyak diantara kami harga itu Rp 15 juta/m2.

“Soal harga toko itu, kami hanya sanggup sebesar Rp 17 juta per meter per segi. Bahkan, banyak juga yang menyatakan mereka hanya sanggup Rp 15 juta per meter per segi,” tandasnya.

Ditanya mengenai Rukun Warga Pasar (RWP) Nur Erlita mengatakan, RWP tidak mewakili pedagang.

“RWP maunya saja, tapi kami tidak mau dengan cara RWP begitu. Yang diatur RWP sekarang adalah PKL dan pedagang yang pro mereka. Pedagang yang memiliki SPTD diinjak, tidak diikutkan dalam menentukan harga toko,” kata Nur Erlita.

Bahkan, “Kita ditekan suruh tandatangan harga dari mereka, Rp 25 juta/m2. Tapi ternyata diluar pengetahuan kami ada pedagang yang menandatangani ketetapan harga itu. Mereka mengaku mewakili kita (PPPKB),” kata Erlita.

Sebelumnya, pengawas pembangunan proyek dari developer Reza Arif mengatakan bahwa RWP merupakan juru bicara developer dalam menghadapi pihak lain terutama dari kalangan wartawan. (dra)