Suara Karya

Pekerjaan Rumah Besar PLN, Tahun 2020 Fokus Listriki 78.000 Rumah di Papua

Tim surveyor program inisiatif strategis “Ekspedisi Papua Terang 2018” di tengah masyarakat desa di Papua yang mendambakan lingkungan rumah mereka mendapat pasokan listrik. (suarakarya.co.id/ dokumentasi)

JAKARTA (Suara Karya): PT. PLN (Persero) memiliki pekerjaan rumah besar. Yaitu pelistrikan Papua yang dihadapi PT. PLN (Persero) Direktorat Bisnis Regional Maluku dan Papua, dalam menyokong cita-cita Indonesia terang secara berkeadilan.

Sesuai data yang dipaparkan Direktur Bina Program Kelistrikan KESDM Jisman S, untuk mencapai Rasio Desa Berlistrik (RDB) 100% di Provinsi Papua dan Papua Barat pada 2020 nanti, masih ada 414 desa dengan lebih kurang 78.000 rumah yang harus dilistriki.

Berdasarkan data Kementrian ESDM, Rasio Desa Berlistrik (RDB) di Provinsi Papua dan Papua Barat saat ini sebesar 98,3%, yang dicapai melalui kontribusi PLN (48,5%), program LTSHE (Lampu Tenaga Surya Hemat Energi) dari Kementrian ESDM dan listrik swadaya inisiatif pemda-pemda setempat.

Namun menghadirkan terang di seluruh bumi Papua bukan masalah sederhana. Tantangan penugasan PLN di Indonesia Timur, khususnya Papua untuk menuju RDB 100% adalah keterbatasan infratruktur karena sulitnya medan geografis, kerapatan hunian yang rendah, serta kompetensi sumber daya manusia yang perlu ditingkatkan.

Beratnya medan jelajah di Papua dialami langsung oleh Farah Aida Ilmiatul Kulsum, Mahasiswa Ilmu Budaya dari Universitas Gajah Mada, yang tahun lalu ikut dalam tim surveyor program inisiatif strategis “Ekspedisi Papua Terang 2018”.

Tim Farah yang terdiri dari 3 mahasiswa plus tim PLN mendapatkan wilayah survey di pedalaman Mimika, Timika. Untuk menuju lokasi tersebut, mereka harus menempuh perjalanan laut dengan kapal kecil selama 9 jam, menembus ombak besar yang sewaktu-waktu bisa membalikkan kapal.

Survey yang dilakukan Farah meliputi penghitungan jumlah penduduk yang harus dilayani, pengukuran luas lahan dan bidang tanah sebagai lokasi penempatan instalasi listrik, serta kondisi medan jelajah. Hasil survey tersebut menjadi dasar penentuan jenis sistem pembangkit listrik yang akan diterapkan.

Daerah Timika karena lokasinya di muara dan merupakan wilayah berawa-rawa, yang tidak memungkinkan dibangun instalasi permanen dari semen, tim survey merekomendasikan penggunaan panel surya sebagai pembangkit listrik skala lokal.

Ekspedisi Papua Terang merupakan langkah awal PLN dalam membangun sistem kelistrikan Papua. Data dari hasil survey tersebut sekarang sudah mulai dieksekusi melalui program lanjutan “1000 Renewable Energi untuk Papua.”

Melalui survey tersebut, PLN mendapatkan data berapa desa yang harus dilistriki, berapa jumlah penduduknya, bagaimana tingkat ekonominya, dan sumber energi apa yang potensial.

Executive Vice President Operasi Regional Maluku Papua (OR-MP) Indradi Setiawan mengatakan, hasil survey tim EPT menjadi pembuka peta tentang berapa kapasitas listrik yang diperlukan untuk Papua, serta program dan jenis pembangkit apa yang cocok untuk masing-masing lokasi. Dari sana pula PLN bisa menghitung keperluan SDM yang akan mengelola, serta bagaimana menyiapkan pembangunan dan materialnya.

Mendukung pernyataan Farah, menurut Indradi, untuk wilayah Papua yang jumlah penduduknya tidak besar, dengan kerapatan hunian rendah karena terpencar di berbagai pelosok, memang tak mungkin dibangun infrastruktur kelistrikan berskala besar.

Pembangunan kelistrikan diharapkan bisa berjalan paralel dengan pengembangan infrastruktur seperti jalan raya, pengembangan pusat-pusat produksi, ekonomi, pendidikan, kesehatan, serta budaya yang semakin maju, modern, dan mandiri. Ini dalam rangka mendukung dan memperkuat kemajuan masyarakat yang adil dan makmur dalam bingkai NKRI.

Wilayah Subsidi

Wilayah Kerja PLN di Papua dan Papua Barat mencakup luar 546.633km2 yang mencakup 3.749 pulau. Dari ribuan pulau itu hanya 140 pulau yang berpenghuni, dan PLN sudah melistriki 128 di antaranya dengan pembangunan transmisi sepanjang 218 kms yang dilayani gardu.

128 pulau itu dilayani dengan 108 Sistem Kelistrikan, di mana 18 di antaranya merupakan Sistem Kelistrikan Besar (>2MW) dan 90 sisanya masuk Sistem Kelistrikan Kecil dengan kapasitas kurang dari 2 MW. Total daya mampu dari 108 sistem kelistrikan itu mencapai 358.97MW, dengan beban puncak 285.45 MW. Dibandingkan dengan Jakarta yang mencapai 20 ribu MW, angka ini tentu sangat kecil.

“Memang secara umum, kondisinya perlu ditingkatkan. Masalahnya pertumbuhan masing-masing distrik itu tidak sama. Kami harus berhitung cermat. Kalau over investasi juga bahaya, apalagi semua daerah itu masuk wilayah subsidi,” jelas Indradi.

Dengan tantangan geografi, kerapatan hunian dan infrastruktur yang terbatas, Program 1000 Energi Terbarukan dipandang bisa menjadi solusi untuk percepatan elektrifikasi melalui implementasi model wireless electricity.

Untuk itu sedapat mungkin PLN mengoptimalkan energi lokal berbasis energi baru terbarukan. Optimalisasi energi lokal berbasis energi baru terbarukan diharapkan akan memperbaiki kinerja bauran energi sekaligus menurunkan biaya pokok penyediaan (BPP).

Kendala lain yang rawan adalah sensitivitas suhu politik setempat. Farah merasakan atmosfer tersebut saat bertugas sebulan di sana. Permasalahan mikro dalam hal pasokan listrik yang belum bisa memenuhi kebutuhan lapangan, bisa menyeret menjadi masalah serius dalam rasa keadilan berbangsa.

Menurut Farah, perlu kearifan lokal dalam pendekatan kepada masyarakat untuk menjelaskan, bahwa PLN tidak mungkin serempak melistriki semua daerah.

“Memang semua harus melihat medan setempat mana yang memungkinkan. Kalau belum mungkin, tidak boleh dipaksa karena malah programnya tidak akan jalan. Dan itu semua harus memperhitungkan biaya,” timpal Indradi.

Seperti dipaparkan dalam pln.co.id, rencana pembangunan pembangkit listrik menuju rasio elektrifikasi 100% di provinsi Papua dan Papua Barat diperkirakan akan menelan investasi lebih kurang Rp1,9 triliun.

Namun dalam masalah ini, lanjut Indradi, untuk wilayah timur Indonesia PLN memang tidak berorientasi pada keuntungan bisnis semata.

“Apapun, Papua adalah bagian dari NKRI yang harus diperlakukan secara adil dan setara, agar masyarakatnya jangan terlalu ketinggalan dibandingkan dengan wilayah lain,” pungkasnya.

Semoga pemerataan kelistrikan seluruh Indonesia dapat segera terselesaikan. (Pram)

Related posts