
JAKARTA (Suara Karya): Tindak kecurangan dalam ujian nasional berbasis komputer (UNBK) tahun ini tak hanya terjadi di jenjang sekolah menengah atas (SMA), tetapi juga di sekolah menengah pertama (SMP). Dari 86 kasus yang dilaporkan, ada 55 kasus yang telah diverifikasi kebenarannya.
“Tindak kecurangan di UNBK SMP memang tidak sebanyak di SMA, yang mencapai 126 kasus,” kata Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Muchlis Rantoni Luddin dalam penjelasan kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Muchlis pada kesempatan itu didampingi jajaran eselon satu di lingkungan Kemdikbud.
Muchlis menjelaskan, dari 55 kasus kecurangan diketahui ada 3 siswa yang melanggar pada 2 mata pelajaran dan 52 siswa melanggar pada 1 mata pelajaran. Kecurangan terbanyak pada mata pelajaran bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan matematika.
“Menariknya, banyak siswa menganggap bahasa Indonesia itu lebih sulit dari bahasa Inggris. Sehingga mereka tak segan melakukan kecurangan,” katanya.
Laporan kecurangan terbanyak datang dari Jawa Timur yaitu sebanyak 39 sekolah, Jawa Barat 11 sekolah, Jakarta 3 sekolah dan Bali 2 sekolah. Selebihnya ada 1 sekolah berkasus di Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera Barat dan Jawa Tengah.
“Sanksi diberikan sesuai aturan yang berlaku dan bobot kesalahannya. Selain ke siswa, sanksi juga diberikan ke pengawas, proktor dan kepala sekolah penyelenggara UN yang ditemukan praktik kecurangan,” katanya.
Peserta akan mendapat nilai nol untuk setiap mata pelajaran yang terbukti pelanggarannya. Mereka diminta ikut ujian ulangan pada 12 Juni mendatang.
“Ujian ulangan hanya untuk mereka yang berbuat kecurangan. Secara teknis, ujian ulangan akan dilaksanakan Puspendik dengan moda UNBK. Hal itu sesuai dengan prinsip edukatif yang diterapkan dalam penyelenggaraan UN 2019.
Hasil UN belum diumumkan, lanjut Muchlis, karena masih menunggu pelaksanaan ujian ulangan. Mengingat, SHUN hanya diterbitkan satu kali, maka SHUN dari peserta yang melakukan pelanggaran akan diterbitkan setelah ujian ulangan.
Jika siswa pelaku kecurangan tak mau ikut ujian ulangan, Muchlis mengatakan, dalam SHUN akan dicantumkan angka nol pada mata pelajaran yang dianggap curang. Soal kelulusan diserahkan ke sekolah, karena kini UN tak jadi satu-satunya untuk kelulusan siswa.
Soal sanksi bagi guru pengawas, Muchlis saat ini sedang mencari sanksi yang dapat menimbulkan efek. Karena sanksi berupa pembebas tugasan sebagai pengawas ujian justru disukai para guru pengawas.
“Tampaknya kami perlu mencari sanksi lain. Karena para pengawas itu, ternyata malah suka jika tidak ikut mengawasi UN,” ujarnya.
Pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer (UNBK) jenjang SMP/MTS mencapai 83 persen dari 3,58 juta peserta dan 43.833 sekolah. Pada 2019, ada 7 provinsi telah menyelenggarakan UNBK jenjang SMP 100 persen
“Sebanyak 22 provinsi menggelar UNBK jenjang MTs 100 persen, sedangkan ujian paket B terselenggara UNBK 100 persen di 33 provinsi. Kenaikan nilai tertinggi pada mata pelajaran matematika,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud, Totok Suprayitno.
Soal capaian nilai UN jenjang SMP dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), Totok menambahkan, secara keseluruhan angkanya mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya.
“Tren rerata kenaikan nilai murni di SMP negeri sebanyak 1,67 poin, sedangkan SMP swasta sebanyak 2,11 poin. Kemudian MTs negeri sebanyak 1,58 poin, sedangkan MTs swasta sebanyak 1,34 poin,” ujarnya.
Ia menambahkan, adapun koreksi atau penurunan nilai terjadi pada sekolah penyelenggara ujian nasional berbasis kertas dan pensil (UNKP) pada 2018 dengan indeks integritas ujian nasional (IIUN) yang rendah. Kondisi itu berubah, sekolah penyelenggara UNKP menjadi penyelenggara UNBK pada 2019.
“Sekolah yang IIUN rendah terkoreksi nilainya hingga 12,20 poin. Namun, sekolah UNKP dengan IIUN tinggi meningkat sebesar 0.31 poin,” ucap Totok.
Sementara itu, Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Suryadi mengapresiasi peningkatan jumlah peserya UNBK pada jenjang SMP. Hasil UN semakin kredibel sehingga bisa digunakan untuk dasar perbaikan bagi sekolah.
“UNBK jadi faktor pengkoreksi bagi UNKP, sedangkan posisi UNBK menjadi pengkoreksi hasil ujian sekolah. Hasil UN dapat menggambarkan kondisi riil peserta didik kita,” katanya. (Tri Wahyuni)