JAKARTA (Suara Karya): Lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang saat ini paling diburu agen tenaga kerja luar negeri adalah pendamping lansia (caregiver). Karena persaingan yang ketat, tak heran seorang caregiver digaji hingga Rp20 juta per bulan.
“Meski peluang kerja tinggi, mencetak seorang caregiver itu tidak mudah. Waktu belajarnya saja 4 tahun,” kata Plt Kepala SMKN 8 Semarang, Bambang Sujatmiko kepada tim media menyambangi sekolah tersebut, Jumat (13/10/23).
Bambang dalam kesempatan itu didampingi Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Amien Shofyan dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, Juju Juariah.
Untuk menjadi caregiver, lanjut Bambang, lulusan dituntut untuk memiliki kemampuan bahasa dari negara yang dituju, selain keahlian dalam bidang caregiver. Kemampuan bahasa menjadi penting sebagai bagian dari komunikasi.
“Sebagai pendamping lansia, caregiver harus pandai berkomunikasi. Karena yang dihadapi sehari-hari bukan benda, tetapi orang,” ujarnya.
Karena itu, tambahan satu tahun pelajaran digunakan untuk belajar bahasa asing. Karena kemitraan sudah terbangun dengan agen tenaga kerja dari Jepang, maka siswa mendapat mata pelajaran bahasa Jepang selama 7 bulan, 5 kali seminggu. Belajar sepanjang 7 jam sehari.
“Kami punya 2 guru bahasa Jepang yang native speaker, dan beberapa guru bahasa Jepang dari agen tenaga kerja. Materi bahasa tambahan ini disiapkan langsung dari para guru asli Jepang,” katanya.
Persyaratan mampu berbahasa Jepang, lanjut Bambang, ditunjukkan lewat ujian kemahiran berbahasa Jepang. Siswa yang lulus akan mendapat sertifikat sebagai dokumen penyerta jika siswa lolos seleksi.
Ditanya persentase ketidaklulusan siswa dalam tes bahasa, guru bahasa Jepang Hafian Rais Akbar menyebut jumlahnya tak banyak, yaitu sekitar 10 persen.
“Siswa yang tak lulus tes, akan dibuat kelas baru. Mereka belajar lagi sampai ada jadwal tes bahasa selanjutnya,” tuturnya.
Siswa yang tak kunjung lulus tes bahasa, Wakil Kepala SMKN 8 Semarang Bidang Kurikulum, Amien Shofyan tidak bisa ikut seleksi ke Jepang. Peluang kerja bagi mereka di Tanah Air seperti di rumah jompo.
Amien menambahkan, jurusan caregiver di SMKN 8 Semarang sebenarnya masih terbilang baru, dibuka pada 2018 lalu. Meski demikian, jurusan itu menarik perhatian siswa yang ingin menempuh pendidikan di SMK.
“Setiap tahun kami menerima sekitar 72 siswa untuk caregiver, yang terbagi dalam 2 rombongan belajar. Total siswa yang diterima mencapai 1.352 orang yang terbagi dalam 38 rombel,” katanya.
SMKN 8 Semarang menerima banyak siswa karena sekolah tersebut memiliki 5 jurusan, yaitu Layanan Kesehatan dimana didalamnya ada caregiver, Pekerjaan Sosial, Rekayasa Perangkat Lunak, Multimedia dan Teknik Komputer dan Jaringan.
“SMKN 8 Semarang satu-satunya sekolah vokasi negeri di Indonesia yang memiliki jurusan caregiver. Ini bagian dari penunjukan SMKN 8 Semarang sebagai SMK Pusat Keunggulan oleh Ditjen Pendidikan Vokasi, Kemdikbudristek,” ujarnya.
Amien mengungkapkan, lulusan caregiver tidak akan kesulitan mencari pekerjaan, karena kebutuhannya mencapai 300-500 ribu per tahun. Permintaan terbesar datang dari Jepang, Korea Selatan dan Australia.
“Untuk memenuhi permintaan Jepang saja, kami kewalahan karena terbatasnya SDM,” ujarnya.
Lulusan SMKN 8 yang telah dikirim ke Jepang satu tahun lalu ada 15 orang, saat ini sekitar 40 orang. Mereka dikontrak kerja selama 4 tahun,” kata Amien seraya menyebut gaji yang ditawarkan kisaran Rp16-20 juta per bulan,” katanya.
Ditanyakan apakah ada kendala, Amien menyebut ada yaitu restu orangtua dan biaya. Untuk berangkat ke jepang, seorang caregiver butuh biaya sekitar Rp25 juta.
Dana itu untuk biaya hidup peserta pada bulan pertama, tiket pesawat, dan pengurusan dokumen. Kendala ini diatasi agen dengan memotong sebagian gaji caregiver setiap bulan.
Soal restu orangtua, lanjut Amien, meski di awal pelajaran orangtua tahu bahwa anaknya akan bekerja di luar negeri, begitu lulusan menjadi tidak rela ditinggalkan anaknya.
“Tapi kasus semacam ini angkanya tidak terlalu besar. Apalagi jika biaya hidup dan perjalanan ditalangi oleh agen. Ada 4-5 agen yang bermitra dengan kami,” ujar Amien.
Salah satu siswa caregiver, Meida Malika yang saat ini sedang menjalani kelas bahasa Jepang mengaku senang bisa diterima di SMKN 8 Semarang. Pelajaran yang diperoleh di sekolah diaplikasi saat mengurus budenya yang kena stroke.
“Tahu soal profesi caregiver saat bantu mengurus bude yang sakit. Lalu dapat info soal SMKN 8 yang punya jurusan caregiver,” kata Meida yang mengaku senang jika lolos seleksi ke Jepang.
Ditanya orangtua tidak keberatan jika bekerja ke luar negeri, ia mengaku tidak ada kendala. Karena hal itu kesempatan untuk meningkatkan kemampuan diri sambil melihat dunia yang lebih luas.
“Masalahnya hanya satu, yaitu harus mahir bahasa Jepang. Semoga tes nanti bisa lulus,” ucap Meida menandaskan.
Hal itu dibenarkan oleh Amien Shofyan. Hal yang membedakan caregiver dari SMKN 8 dengan sekolah swasta lain yang memiliki jurusan sejenis adalah kemampuan berbahasa itu wajib.
“Sekolah lain bisa kirim caregiver dalam jumlah banyak karena tidak terlalu ketat soal kemampuan berbahasa Jepang. Kami tidak bisa seperti itu,” kata Amien menandaskan. (Tri Wahyuni)