Pemerintah akan Konversikan 90 Persen Oksigen Industri ke Medis

0

JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah akan mengkonversikan 90 persen oksigen industri ke medis. Upaya itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan oksigen medis yang melonjak seiring meningkatnya kasus covid-19. Beberapa daerah melaporkan terjadi kelangkaan stok.

“Pemerintah saat ini tengah memaksimalkan kapasitas produksi oksigen nasional, agar bisa dialihkan ke medis,” kata Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin dalam siaran pers, Senin (5/7/21).

Menkes menjelaskan, ketersediaan oksigen merupakan hal esensial yang harus segera dipenuhi, ditengah kenaikan kasus covid-19.

“Kami dapat komitmen dari Kementerian Perindustrian untuk konversi oksigen industri ke medis akan diberikan hingga 90 persen,” ucapnya.

Menkes mengemukakan, kapasitas produksi oksigen di Indonesia per tahun mencapai 866.000 ton, dengan utilisasi produksi per tahun sebesar 638.900 ribu. Dari jumlah itu, 75 persen digunakan untuk industri dan 25 persen untuk medis. Lewat konversi ini, maka jumlah oksigen yang bisa diperoleh untuk memenuhi kebutuhan nasional mencapai 575.000 ton.

“Kapasitas oksigen akan dimaksimalkan di tujuh provinsi di Jawa-Bali akibat meningkatnya kasus covid-19. Sedangkan pasokan oksigen di rumah sakit semakin berkurang di tengah kebutuhan yang semakin tinggi,” tuturnya.

Merujuk pada data Kementerian Kesehatan, saat ini total kebutuhan oksigen untuk perawatan intensif dan isolasi pasien covid-19 mencapai 1.928 ton per hari. Sementara kapasitas yang tersedia ada sekitar 2.262 ton per hari. Dengan demikian, suplai oksigen untuk wilayah Jawa-Bali ditargetkan 2.262 ton per hari.

Menkes menjelaskan, penyebab terjadinya kelangkaan stok oksigen di beberapa daerah disebabkan rantai distribusi yang belum optimal. Untuk itu, pemerintah mengupayakan agar penyaluran ke daerah-daerah yang kasusnya tinggi akan dipercepat.

“Kami sadari ada isu terkait distribusi. Karena memang di Jawa Tengah adalah daerah paling sedikit produksi oksigennya. Daerah paling banyak adalah Jawa Barat dan Jawa Timur. Jadi kita harus ada logistik yang disalurkan ke sana,” katanya.

Menkes menambahkan, kesulitan lain yang dihadapi dalam proses distribusi oksigen adalah kurang liquidnya proses pengisian oksigen. Hal itu disebabkan banyaknya rumah sakit yang menggunakan tabung, seiring dengan penambahan Tempat Tidur (TT) darurat.

“Oksigen yang seharusnya dikirimkan dalam truk besar, lalu dipindahkan ke tangki besar untuk kemudian disalurkan dalam jaringan oksigen, kini harus dimasukkan dalam bentuk tabung-tabung. Hal itu ikut mempengaruhi waktu pengisian oksigen,” ucap Budi.

Untuk memenuhi ruang-ruang perawatan darurat di rumah sakit, Kementerian Kesehatan telah berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian untuk melakukan impor tabung oksigen 6 meter kubik dan 1 meter kubik dalam waktu dekat. (Tri Wahyuni)