Pemerintah Diingatkan Soal Kawasan Tetapan Unesco Masuk Daftar Merah

0

JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah Indonesia kembali diingatkan tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian alam. Mengingat saat ini ada sejumlah kawasan tetapan UNESCO mulai dari warisan dunia, cagar biosfer dan global geopark yang masuk dalam daftar merah (bahaya).

“Jika tak lagi dalam bagian situs Warisan Dunia, berarti ada yang salah dalam pengembangannya. Indonesia akan malu, dan mengulang kerja keras itu dari nol untuk bisa kembali diakui UNESCO,” kata Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk Unesco (KNIU), Arief Rachman dalam seminar dan rapat pleno tengah tahun KNIU, di Jakarta, Kamis (22/8/2019).

Seminar bertajuk “Koeksistensi antara Pembangunan Nasional dan Konservasi serta Implementasi Pariwisata Berkelanjutan di Kawasan Tetapan UNESCO (warisan dunia, cagar biosfer dan global geopark) itu dibuka Sekjen Kemdikbud, Didik Suhardi.

Hadir dalam kesempatan itu, Deputi Wakil Tetap RI untuk UNESCO, Surya Rosa Putra, Direktur Kantor UNESCO Jakarta, Shahbaz Khan, Duta Besar LBBP RI untuk Perancis, Andorra, Monako/Delegasi Tetap untuk UNESCO, Arrmanatha Christiawan Nasir dan Dirjen Kebudayaan Kemdikbud, Hilmar Farid.

Arief menyebut salah satu warisan dunia yang masuk daftar merah UNESCO sejak 2011 yaitu Hutan Hujan Tropis Sumatera. Peringatan itu diberikan karena dianggap kehilangan unsur kelestarian alamnya akibat perambahan hutan yang merusak.

“Kasus semacam ini sebenarnya tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga banyak negara lainnya. Karena proses pembangunan saat ini sering mengabaikan pelestarian alam,” ujarnya.

Arief kembali mengingatkan, pengembangan pariwisata harusnya tidak dibuat untuk bagaimana mendapatkan uang sebanyak-banyaknya, tetapi juga pengetahuan dan proteksi. Sehingga warisan budaya dunia dapat terjaga kelestariannya.

“Kalau mau liat candi, misalkan, pengunjung harus melepas sepatu. Atau saat masuk ke tempat suci wajib pakai sarung. Disesuaikan dengan adat istiadat setempat. Sehingga turis menghormati keberadaan warisan budaya tersebut,” ujarnya.

Hal senada dikemukakan Dirjen Kebudayan, Kemdikbud Hilmar Farid. Konservasi merupakan hal yang mendesak dilakukan, mengingat jumlah kawasan tetapan UNESCO yang masuk dalam daftar bahaya semakin bertambah.

“Semua itu terjadi karena persinggungan dengan pembangunan. Misalkan, model pertanian Subak di Bali. Hal itu dikeluhkan masyarakat setempat karena model pengelolaan airnya sudah berubah, tetapi subak ingin dipertahankan,” tuturnya.

Hilmar menilai, solusi yang dilakukan tetap harus memperhatikan kearifan lokal. Sehingga tak merusak lingkungan, alam dan adat istiadat setempat. “Upaya ini tidak bisa dilakukan sendirian, harus lintas sektor. Termasuk peran KNIU,” tuturnya.

Sementara itu Duta Besar LBBP RI untuk Perancis, Andorra, Monako/Delegasi Tetap untuk UNESCO, Arrmanatha Christiawan Nasir mengatakan, pihaknya saat ini tengah mendata warisan dunia dari Indonesia yang saat ini masuk dalam daftar merah. Dari jumlah, warisan dunia mana yang perlu diperjuangkan di kantor pusat UNESCO.

“Karena keterbatasan tenaga, tidak bisa semua isu disampaikan ke kantor pusat. Kami harus memilih warisan dunia mana yang menjadi prioritas untuk konservasi. Itulah yang dibahas dalam rapat pleno hari ini,” ucap Arrmanatha menandaskan. (Tri Wahyuni)