Suara Karya

Pemerintah Hati-hati Hadapi Penurunan Ekonomi Global

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu. (suarakarya.co.id/ist)

JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah menyatakan berhati-hati dalam kebijakan fiskal menghadapi pandemi Covid-19 yang berdampak menurunnya pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia atau ekonomi global.

“Dalam menghadapi ketidakpastian terutama akibat pandemi Covid-19, Pemerintah tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian (pruden), akuntabel dan transparan,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu melalui rilis Kemenkeu di Jakarta, Rabu 20/5/2020).

Pandemi Covid-19 yang masih sulit diprediksi, ujarnya menyebabkan kondisi perekonomian semakin melemah. Pemerintah berkomitmen untuk menempatkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebagai instrumen fiskal untuk melindungi masyarakat dan perekonomian Indonesia, memproyeksikan angka defisit kembali melebar di angka 6,27 persen terhadap PDB.

“Hal ini perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan belanja prioritas penanganan Covid-19, termasuk di dalamnya untuk pemulihan ekonomi nasional,” kata dia.

Disebutkan, pada kuartal pertama tahun ini produk domestik bruto (PDB) dampak wabah covid-19 telah mempengaruhi penurunan aktivitas ekonomi di seluruh dunia, seperti Tiongkok (-6,8 persen), US (0,3 persen), Jerman (-2,3 persen), dan Singapura (-2,2 persen). Beberapa negara telah mengeluarkan berbagai kebijakan pelonggaran moneter dan paket kebijakan fiskal dengan skema yang progresif dan nilai yang signifikan.

“Pemerintah mewaspadai perkembangan ekonomi global saat ini (terdampak covid-19) dan telah merespon melalui kebijakan stimulus fiskal di dalam negeri yang diberikan untuk penanganan kesehatan, perlindungan masyarakat yang rentan, insentif untuk sektor yang terdampak secara langsung, dan penguatan stabilitas keuangan,” terangnya.

Pelemahan pendapatan negara itu mulai terlihat. Kata dia, realisasi pendapatan negara dan hibah hingga akhir bulan pertama triwulan kedua 2020 mengalami tekanan, baru mencapai 31,21 persen dari target pada APBN-Perpres 54/2020 atau nominal hanya sebesar Rp549,51 triliun. Itu, berasal dari realisasi penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), masing-masing mencapai Rp434,33 triliun dan Rp114,50 triliun dan realisasi hibah sebesar Rp0,67 triliun.

Realisasi penerimaan pajak hingga akhir April 2020 yang tumbuh negatif 3,1 persen (yoy) atau mencapai Rp376.67 triliun hanya 30 persen dari target APBN-Perpres 54/2020). Sementara, beberapa sektor dominan seperti Perdagangan, Konstruksi & Real Estate, Pertambangan, dan Transportasi & Pergudangan mengalami kontraksi, meskipun beberapa sektor lainnya masih tumbuh seperti jasa keuangan dan asuransi karena masih beroperasi selama pandemi Covid-19.

Demikian juga PPh/PPN Impor terkontraksi negatif 8,90 persen seiring kontraksi kegiatan impor nasional. PPN DN hanya tumbuh 0,82 persen secara bruto, melambat dibandingkan tiga bulan sebelumnya. Sinyal perlambatan penerimaan itu mulai terlihat pada April, dan implementasi stimulus fiskal Covid-19 ini akan sangat mempengaruhi penerimaan di bulan-bulan berikutnya. Gambaran awal, penerimaan pajak periode 1-15 Mei 2020 tumbuh negatif 28,57 persen dan dampak itu mulai terefleksikan akibat perluasan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

“Hampir semua jenis pajak tumbuh negatif selama periode Januari-April 2020. PPh Badan terkontraksi negatif 15,23 persen terlihat dari pertumbuhan negatif setoran masa dan tahunan,” ujarnya. (Indra)

Related posts