Pemerintah Optimis Tak Ada Lagi Kemiskinan Ekstrem pada 2024

0

JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah optimis tidak ada lagi kemiskinan ekstrem pada 2024. Untuk itu disiapkan beberapa strategi untuk menurunkan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada 2024.

Hal itu mengemuka dalam acara
‘Deputy Meet The Press’ yang digelar Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), di Jakarta, Rabu (23/8/23).

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial, Kemenko PMK, Nunung Nuryartono memaparkan tiga strategi itu, yaitu pengurangan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan lewat pemberdayaan masyarakat, serta pengurangan jumlah kantong-kantong kemiskinan.

Strategi itu diikuti berbagai kebijakan afirmatif, baik dari sisi ‘refocusing’ anggaran, perbaikan data dan pensasaran, serta penguatan pelaksanaan program melalui pendekatan konvergensi.

“Dengan pendekatan konvergensi, bisa dipastikan rumah tangga miskin tak hanya menerima manfaat dari satu program saja, tetapi bisa beberapa program. Dengan demikian, upaya penurunan kemiskinan menjadi lebih signifikan,” ucapnya.

Sejalan dengan hal itu, dalam laporan bertajuk ‘Indonesia Poverty Assessment’ , Bank Dunia menyatakan, Indonesia telah mencapai hasil yang mengesankan dalam pengentasan kemiskinan ekstrem.

Pidato Nota Keuangan dan RAPBN 2024 pada 16 Agustus 2023, Presiden Jokowi menegaskan, kemiskinan ekstrem pada Maret 2023 telah turun menjadi 1,12 persen dari 2,04 persen pada Maret 2022. Penurunan sekitar 0,92 persen.

Kemiskinan ekstrem juga beririsan dengan prevalensi angka stunting di Indonesia. Hal itu juga menjadi isu prioritas yang harus di selesaikan.

Presiden menargetkan prevalensi angka stunting di Indonesia pada 2024 sebesar 14 persen.

Menurut Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan, YB Satya Sananugraha, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengejar target tersebut.

“Salah satunya, mengajak perusahaan tambang di Indonesia. Program CSR mereka digunakan untuk percepatan penurunan stunting, minimal di sekitar wilayah perusahaan,” ujarnya.

Selain itu, ada program Bapak Asuh Anak Stunting bagi ASN dan anggota Forkopimda yang dilibatkan dalam pemenuhan gizi anak-anak stunting di wilayahnya masing-masing.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Warsito mengatakan, sejatinya kemiskinan dan pendidikan bagaikan ayam dan telur. Karena itu, pentingnya memotong rantai masalah angka kemiskinan melalui jenjang pendidikan.

“Melalui Perpres Revitalisasi Vokasi, Bapak Presiden akan memotong rantai kemiskinan melalui penanganan pengangguran lewat pendidikan vokasi. Lulus sekolah kejuruan harus diberdayakan agar tidak menganggur,” katanya.

Untuk, pentingnya mewujudkan komitmen bersama antara pemerintah, dunia pendidikan, dunia usaha, dan dunia industri dalam menciptakan lapangan kerja bagi seluruh lulusan pendidikan di Indonesia. (Tri Wahyuni)