
JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah tahun ini mengalokasikan dana hingga Rp2,7 triliun untuk revitalisasi kampus. Banyak “pekerjaan rumah” yang harus diselesaikan mulai dari pembangunan gedung berstatus KDP (konstruksi dalam pengerjaan) hingga kebutuhan infrastruktur di sejumlah perguruan tinggi.
“Dari dana Rp2,7 triliun itu, lebih dari separonya untuk menyelesaikan 38 gedung mangkrak atau berstatus KDP di perguruan tinggi negeri (PTN),” kata Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir dalam acara sarasehan “Peningkatan Efektivitas Pelaksanaan Anggaran Sarpras Tahun Anggaran 2019 di PTN dan LLDikti” di Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Nasir menjelaskan, banyaknya bangunan mangkrak di perguruan tinggi Indonesia menjadi salah satu kendala mewujudkan pendidikan tinggi berkualitas. Belum lagi urusan pemenuhan kebutuhan sarpras termuktahir, agar selaras dengan revolusi industri 4.0.
“Gedung mangkrak di kampus sudah terjadi lama, sejak 2010 lalu. Hal itu terjadi lantaran sistem penganggaran yang tak tuntas,” ujarnya.
Untuk itu, menurut Menristekdikti, waktu pelelangan menjadi penting untuk diperhatikan masing-masing perguruan tinggi dan LLDikti. Sejak awal lelang, prosedurnya harus lengkap sehingga pekerjaan bisa langsung dilaksanakan.
“Jika Januari buka lelang, maka Maret diperkirakan selesai lelang. Pada April, mulai bangun. Proses pembangunan memakan waktu 6 bulan. Pada akhir tahun anggaran, pekerjaan tuntas,” kata Nasir seraya menambahkan pihaknya kerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Pembangunan Perumahan (PUPR) untuk pendampingan.
Guna mengukuhkan komitmen untuk bekerja jujur dengan tata kelola yang baik, maka pimpinan perguruan tinggi dan LLDikti penerima alokasi anggaran sarpras sepakat menandatangani pakta integritas. Pembangunan sarpras tidak berhenti saat selesai, tetapi berlanjut hingga perawatan.
“Resource sharing hendaknya dilakukan perguruan tinggi yang sudah memiliki sarpras memadai. Sehingga tidak ada lagi infrastruktur yang menganggur,” ucapnya menandaskan.
Dirjen Sumber Daya Iptek dan Dikti (SDID), Kemristekdikti, Ali Ghufron Mukti mengemukakan, anggaran Rp2,7 triliun akan dibagi dalam 5 skema pembiayaan. Salah satunya, menyelesaikan 38 gedung mangkrak atau berstatus KDP di PTN.
“Sisanya untuk 11 PTN di wilayah 3T dan LLDikti sebesar Rp150 miliar, 7 PTN melalui SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) sebesar Rp498 miliar, revitalisasi 7 LPTK sebesar Rp73,6 miliar, pembangunan 12 PTN melalui PHLN (Pinjaman dan Hibah Luar Negeri) sebesar 370,43 miliar,” ujarnya.
Ditambahkan, alokasi dana sarpras dikti tahun ini cukup besar, dibanding 3 tahun terakhir. Agar anggaran terserap secara efektif, Kemristekdikti memiliki strategi yaitu membagi anggaran berdasarkan zona prioritas pendanaan sarpras.
“Prioritas pertama atau zona merah. Kriteria penerimanya adalah PTN Satker di daerah 3T (terluar, terdepan dan terpencil), PTN yang belum memiliki gedung pembelajaran, dan LLDikti yang belum memiliki gedung perkantoran,” tuturnya.
Kedua, disebutkan, zona kuning. Kriterianya adalah PTN satker baru wilayah non-3T, PTN Satker lama wilayah 3T dan non-3T, dan LLDikti yang belum memenuhi kebutuhan minimal sarpras. Zona merah dan kuning ini akan diselesaikan menggunakan dana APBN, SBSN, dan PHLN.
Sedangkan zona hijau adalah untuk PTN BLU (badan layanan umum). Dan terakhir adalah zona biru yang merupakan PTN-BH (berbadan hukum) yang akan menggunakan strategi pendanaan melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan PHLN.
“Kami dorong masing-masing perguruan tinggi dan LLDikti rutin melakukan koordinasi, monitoring dan evaluasi agar dana bisa dimanfaatkan dengan baik. Pengalaman sebelumnya, ada sejumlah kampus yang daya serapnya rendah meski diberi anggaran tinggi,” katanya. (Tri Wahyuni)