
JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah terus mendorong belanja produk dalam negeri (PDN) di sektor pendidikan, khususnya produk Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Saat ini, belanja pemerintah pada bidang TIK masih rendah, jika dibandingkan dengan produk impor.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dalam keterangan pers secara virtual, Kamis (22/7/21) menyebut, pemerintah telah mengalokasikan anggaran di sektor pendidikan hingga tahun 2024 sebesar Rp17 triliun untuk memberi produk TIK buatan dalam negeri.
Upaya itu dilakukan, lanjut Luhut, karena pemerintah tengah membangkitkan industri TIK dalam negeri lewat berbagai program. Disebutkan, antara lain, penyediaan akses pasar, akses permodalan, peningkatan kapasitas SDM bekerja sama dengan sekolah vokasi dan perguruan tinggi, penyerapan produk dalam negeri melalui pengadaan barang/jasa pemerintah.
Ditambahkan, pemerintah juga menyediakan fasilitas sertifikasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) secara gratis menggunakan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp112 miliar. Produk tersebut harus memiliki proyeksi nilai TKDN diatas 25 persen, dengan maksimal 8 jenis produk per industri.
“Kita harus bangga atas produk TIK yang dibuat oleh anak bangsa. Kita harus menjadi penggerak kemajuan negeri kita sendiri,” ucap Luhut.
Sementara itu Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menjelaskan, Program Merdeka Belajar yang menjadi gerakan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, salah satu upayanya adalah menggunakan produk TIK dalam negeri.
“Kemdikbudristek terus mendorong penggunaan produk dalam negeri untuk program digitalisasi sekolah, guna mewujudkan infrastruktur kelas dan sekolah masa depan. Ini adalah salah satu langkah strategis untuk mewujudkan visi Merdeka Belajar, yaitu pendidikan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Nadiem.
Pembelanjaan TIK produk dalam negeri oleh Kemdikbudristek pada 2021 adalah digitalisasi sekolah untuk jenjang PAUD, SD, SMP dan SMA. Program tersebut mengirim 190.000 laptop ke 12 ribu sekolah dengan anggaran Rp1,3 triliun. Sebanyak 100 persen dari anggaran tersebut dibelanjakan untuk laptop buatan dalam negeri dengan sertifikat TKDN.
Selain itu, lanjut Nadiem, pemerintah juga mengalokasikan Rp2,4 triliun untuk Dana Alokasi Khusus Pendidikan pada 2021 di tingkat provinsi, kabupaten dan kota untuk pembelian 240 ribu laptop. “Kami dorong komitmen pemerintah daerah dan dinas pendidikan untuk meningkatkan pembelanjaan produk dalam negeri di bidang pendidikan,” katanya.
Ditambahkan, beberapa perguruan tinggi saat sedang merancang dan mengembangkan komponen TIK dalam negeri beserta industrinya. Perguruan tinggi yang terlibat adalah ITB, ITS.dan UGM. Mereka membentuk konsorsium bersama industri TIK dalam negeri untuk memproduksi laptop ‘Merah Putih’.
“Kami pastikan produsen laptop produk dalam negeri melibatkan peserta didik SMK dalam praktik perakitan dan menjadi tenaga after sales service produk tersebut,” ujar Mendikbudristek.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, sampai saat ini produk TIK buatan industri dalam negeri sudah semakin berkembang. Hal ini merupakan hasil dari upaya pemerintah dalam memacu investasi dan mengakselerasi pemanfaatan teknologi terkini sesuai implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Kami terus dorong optimalisasi TKDN agar memberi ‘multiplier effect’ yang luas bagi perekonomian nasional, termasuk menggairahkan usaha sektor komponen pendukungnya sehingga memperkuat struktur industri manufaktur di tanah air,” ucap Agus G Kartasasmita.
Menperin menegaskan, produk yang memiliki nilai penjumlahan TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) di atas 40 persen, telah memiliki syarat untuk wajib dibeli. Khususnya dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah, BUMN, BUMD maupun swasta yang menggunakan APBN/APBD atau mengusahakan sumber daya yang dikuasai negara.
Untuk notebook, disebutkan, sudah ada 14 produk dalam negeri yang memiliki sertifikat TKDN, diproduksi oleh 6 produsen di Tanah Air. Delapan produk diantaranya telah memiliki nilai penjumlahan TKDN dan BMP di atas 40 persen.
Selain itu, sudah ada 62 produk dalam negeri untuk komputer tablet yang memiliki sertifikat TKDN dan diproduksi oleh 13 produsen lokal. Untuk router, sudah ada 4 produk dalam negeri yang memiliki sertifikat TKDN dan diproduksi oleh 4 produsen nasional. Satu diantaranya memiliki nilai penjumlahan TKDN dan BMP di atas 40 persen.
Untuk desktop PC, sudah ada tiga produk dalam negeri yang memiliki sertifikat TKDN dan diproduksi oleh 2 produsen lokal. Tahun ini, pemerintah memfasilitasi sertifikasi TKDN secara gratis untuk 9.000 produk dengan minimal TKDN 25 persen.
“Satu perusahaan bisa difasilitasi hingga delapan sertifikasi TKDN,” ucap Agus menegaskan.
Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Roni Dwi Susanto menambahkan, pemerintah pusat dan daerah diwajibkan untuk
meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang/jasa
pemerintah (PBJ).
Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri, dan Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018 beserta perubahan serta turunannya yaitu Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 24 Tahun 2020 tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Selain itu, Surat Edaran Bersama Kepala LKPP dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa dalam Pengelolaan Keuangan Daerah dan Surat Kepala LKPP kepada Kepala BPKP Nomor 8542/KA/08/2020 tentang Pengawasan Terhadap Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Peningkatan Peran Usaha Kecil dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Untuk mendukung kebijakan dan aksi tersebut, LKPP membuat filter pencarian produk otomatis dalam aplikasi katalog elektronik yang otomatis akan merujuk pada produk lokal yang memiliki TKDN tinggi. Pengelola pengadaan juga dapat melakukan pengecekan tingkat TKDN dalam aplikasi katalog elektronik yang terintegrasi dengan sistem Kementerian Perindustrian.
Data Katalog Elektronik LKPP mencatat hingga 12 Juli 2021, realisasi e-purchasing pada Katalog Elektronik bidang pendidikan tahun anggaran 2021 adalah Rp3,9 triliun. Realisasi produk lokal yang dibeli sebesar 50,69 persen atau Rp2 triliun dan produk impor sebesar 49,31 persen atau Rp1,9 triliun.
“Sebagai aksi afirmatif untuk mendukung produk dalam negeri dalam katalog elektronik, LKPP memberi akses kepada pejabat Kemendibudristek dan Kemenperin untuk melakukan eksekusi freeze atau unfreeze produk impor yang telah tersubstitusi oleh produk dalam negeri,.bila kapasitas produk dalam negeri tak mencukupi kebutuhan nasional pada Katalog Elektronik bidang Pendidikan,” kata Roni. (Tri Wahyuni)