
JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menindaklanjuti penemuan varian virus B117. Hal itu dimulai dari penelusuran kontak erat oleh tim surveilans dan pemerintah daerah setempat, hingga pengambilan serum pada suspek untuk mendeteksi varian pada antibodinya.
Berikutnya, tim akan melakukan sequencing gen pada sampel positif PCR yang memenuhi kriteria lab di daerah kasus varian dan meningkatkan kewaspadaan di perbatasan. Baik protokol pelaku perjalanan luar negeri dan koorodinasi antar kementerian dan lembaga terkait.
“Pemerintah tahun ini memperbaiki strategi deteksi virus. Target pertama adalah meningkatkan angka testing hingga 1 per 1000 penduduk per minggu. Kecepatan hasil kurang dari 24 jam sejak spesimen diterima,” kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito dalam keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 di Graha BNPB, Selasa (16/3/2021).
Ditambahkan, akses, kapasitas dan efisiensi lab PCR juga ditingkatkan. Kemudian mendayagunakan rapid diagnostik test antigen (RDT antigen), dalam pemeriksaan kontak erat, dan pendistribusian RDT antigen ke 7 provinsi prioritas dengan kasus covid-19 yang mengkhawatirkan.
Target kedua, meningkatkan pelacakan pada 15 hingga 30 kontak erat dalam waktu kurang dari 72 jam. Lewat testing kepada kontak erat bergejala maupun tidak bergejala. Kemudian pelatihan Babinsa dan Babinkamtibmas untuk aktif telibat dalam kontak tracer covid-19.
“Pelatihan dilakukan petugas Puskesmas on the job training,” ucap Wiku.
Target ketiga, menggiatkan kegiatan WGS surveilans genomik untuk mendeteksi strain virus sars cov-2. Caranya, memperluas kolaborasi laboratorium pelacakan sequences khususnya di daerah ditemukan varian baru, dan memasifkan proses subsmission atau pemasukan data spesimen ke GISAID.
“Terakhir sebaik apapun WGS dan upaya testing serta tracing yang dilakukan pemerintah menjadi tidak berarti, bila masyarakat masih memberi peluang bagi virus memperbanyak diri dengan tidak disiplin terhadap protokol kesehatan,” ujarnya.
Saat ini tersedia data real time pelacakan Genome virus influenza tingkat global, termasuk virus sars-cov2. Data itu dapat diakses publik melalui paltform yang dikelola organisasi nirlaba internasional, Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID)
Platform ini mengandung urutan genetika dan persebarannya secara geografis, data klinis, dan episemiologis terkait virus yang menular ke manusia, data spesifik penyebab influenza terkait virus yang menjangkiti hewan. Saat ini platform GISAID, selain untuk mengetahui sebaran virus influenza, juga untuk mengetahui persebaran virus covid-19 atau sars cov-2.
“Tujuannya membantu para peneliti memahami bagaimana virus covid-19 bermutasi dan berevolusi penyebarannya selama pandemi. Sehingga terjadi peningkatan mendadak kasus di suatu daerah ataupun pandemi di penyebaran besar di lintas negara,” lanjut Wiku.
GISAID mengumpulkan data dunia dari laporan masing-masing negara, sehingga kekayaan data GISAID pun bergantung pada tingginya intensitas pelaporan WGS dari tiap negara. Dengan teknologi interface analisis internal, maka dapat diketahui jenis mutasi dari sequence yang dilaporkan.
“Proses inilah yang digunakan untuk menelusuri persebaran kemunculan mutasi dan mutasi DNA varian yang dihasilkan,” tuturnya.
Wiku mengemukakan, hal itu sangat berguna untuk meningkatkan kesiapan secara global dalam menyusun kebijakan guna membendung menjamurnya mutasi, atau mencegah imported cases masuk ke suatu negara
“Di Indonesia, Kementerian Kesehatan bersama kemenristek/BRIN telah mengembangkan surveilans genomik. Sequencing genomik yang dilakukan semakin meningkat,” katanya.
Disebutkan, per 16 Maret 2021 sudah terkumpul 566 sqeuences dengan 533 adalah sequences lengkap hasil temuan dari kolaborasi 15 lab seluruh Indonesia. Sample yang diuji secara khusus itu diambil dari sampel pelaku perjalanan luar negeri, dan kasus luar biasa yang ditemukan Puskemas ataupun rumah sakit.
Selain itu, WHO juga sedang mengembangkan teknologi WGS terkini dengan meta genomik Sequencing untuk menghasilkan identifikasi pelacakan dalam hitungan jam atau hari. “Teknologi itu mampu menggambarkan karakteristik patogen baru itu,” ujat Wiku. (Tri Wahyuni)