JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) telah menetapkan 530.028 kebutuhan aparatur sipil negara (ASN) nasional tahun 2022. Kebutuhan tersebut ditetapkan pada 6 September lalu.
Jumlah itu merupakan total dari penetapan kebutuhan untuk instansi pusat sebanyak 90.690 orang dan instansi daerah sebanyak 439.338 orang. Kebutuhan daerah terinci sebanyak 319.716 PPPK Guru, 92.014 PPPK Tenaga Kesehatan, dan 27.608 PPPK Tenaga Teknis.
Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas menuturkan, salah satu prioritas pemerintah saat ini adalah penataan tenaga non-ASN. Karena itu, penetapan kebutuhan ASN tahun 2022 sekaligus menjadi komitmen nyata pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan guru dan tenaga kesehatan secara nasional.
“Arah kebijakan pengadaan ASN tahun 2022 difokuskan pada pelayanan dasar yaitu guru dan tenaga kesehatan. Fokus lainnya adalah keberpihakan kepada eks tenaga honorer kategori II (THK-II),” kata Anas usai Rapat Koordinasi Persiapan Pengadaan ASN Tahun 2022, di Jakarta, Selasa (13/9/22).
Anas mengatakan, penyebaran ASN hingga saat ini tidak merata dan masih menumpuk di kota besar. Padahal proses rekrutmen, penyebaran, dan kebutuhan tiap tahun sudah sangat transparan.
“Arahan Presiden Joko Widodo sangat jelas, yaitu pemerataan SDM ASN. Proses rekrutmen sudah dibuat jelas dan akuntabel. Masalahnya bukan hanya kekurangan, tetapi juga pada sebarannya. Padahal Pak Presiden sangat memperhatikan kebutuhan SDM luar Pulau Jawa,” ungkap Anas.
Ketimpangan itu, menurut Anas, tak semata-mata perkara jumlah saja, tetapi juga ada fenomena ASN yang suka berpindah-pindah ketika mereka sudah masuk menjadi ASN. Hal itu menyebabkan distribusi ASN menjadi tidak merata, disamping alasan karena minimnya pendaftar calon ASN di daerah-daerah terpencil.
Karena itu? Anas berharap ASN bukan menjadi ladang mencari pekerjaan tetapi untuk pengabdian dalam memberi pelayanan kepada masyarakat.
“Tetapi setelah diterima banyak yang minta pindah ke kota lain. Maka setiap tahun banyak tempat di luar Pulau Jawa yang kekurangan tenaga kesehatan dan guru,” ujar mantan Bupati Banyuwangi itu.
Anas menilai seberapa banyak pun ASN tenaga kesehatan maupun tenaga pendidikan yang direkrut, ketimpangan akan terus terjadi. Untuk itu, perlu diskusi dengan pemda, karena tidak mungkin masalah tersebut diselesaikan pemerintah pusat, jika tidak ada goodwill dari kepala daerah.
Anas menambahkan, pihaknya telah berdiskusi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait aturan bagi ASN yang akan bekerja di instansi pemerintah. Mereka harus melakukan perjanjian, agar siap untuk tidak pindah dalam kurun waktu tertentu yang telah disepakati.
“Kebijakan itu diharapkan bisa didukung sistem, sehingga manajemen kepegawaian lebih tertata. Kebijakan itu diharapkan mendukung pemerataan tenaga ASN di seluruh Indonesia, sekaligus mencegah munculnya masalah akibat ASN berbondong-bondong pindah ke Pulau Jawa,” tuturnya.
Dalam mengurai permasalahan tenaga non-ASN, Menteri PANRB sudah berkoordinasi intens dengan perwakilan kepala daerah yang terhimpun dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI).
Mantan Kepala LKPP ini pun telah berkonsolidasi dengan Menteri Kesehatan untuk memperkuat akurasi pendataan tenaga non-ASN sektor kesehatan.
“Aspirasi asosiasi pemda harus kita respons dan kolaborasi ini memastikan keputusan diambil dengan memperhitungkan banyak aspek. Ini kita tempuh dalam rangka mencari alternatif agar ke depan, agar birokrasi kita bisa lebih hebat lagi,” ucap Anas. (Tri Wahyuni)