
JAKARTA (Suara Karya): Pendekatan multi-pemangku kepentingan secara terintegrasi bisa menjadi solusi dalam pengelolaan lahan bebas asap kebakaran di kawasan ASEAN.
Hal itu terungkap dalam sesi panel bertajuk ‘Financing and Investment Framework for Haze-Free Sustainable Land Management di ASEAN’ yang diselenggarakan Paviliun Malaysia pada konferensi perubahan iklim COP27 UNFCCC di Sharm El Shiekh, Mesir, Selasa (8/11/22).
Chief Sustainability Officer (CSO) APP Sinar Mas Elim Sritaba mengungkapkan, APP Sinar Mas menggunakan pendekatan multi-pemangku kepentingan untuk merancang dan mengimplementasi Integrated Fire Management (IFM) sejak 2016.
“Pada 2021 lalu, kurang dari 0,5 persen dari seluruh konsesi hutan tanaman yang menjadi pemasok kami yang terdampak kebakaran hutan dan lahan,” kata Elim.
Ia menjelaskan, APP Sinar Mas dalam upaya pengendalian kebakaran melakukan dengan prinsip pencegahan, kesiapan, deteksi dini, dan reaksi cepat. Selain didukung berbagai peralatan lengkap, termasuk helikopter water bombing dan kamera pengintai.
“Tujuannya adalah mengurangi risiko adanya titik api dalam radius 5 kilometer dari batas konsesi,” ujarnya.
Secara bersamaan, upaya itu juga diperkuat oleh program pemberdayaan masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA). Program pembinaan masyarakat untuk mengelola lahan tanpa bakar dan bisa memahami konsep perlindungan hutan serta menjalankan praktik berkelanjutan.
Program DMPA sudah dilakukan di 5 provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Hingga saat ini, program DMPA sudah menjangkau 405 desa, dengan jumlag penerima manfaat mencapai lebih dari 80 ribu orang.
Menurut Elim, sejak diluncurkan pada 2016, DMPA APP Sinar Mas berhasil membebaskan 78 persen lokasi penerima DMPA bebas atau terhindar dari kebakaran.
“Masyarakat yang sejahtera bisa dipastikan tidak akan membuka lahan dengan cara dibakar. Untuk itu, penguatan ekonomi terus kita lakukan, termasuk pemberdayaan kelompok perempuan di desa tersebut,” ujarnya.
Elim menekankan program DMPA mendukung investasi yang sudah dilakukan dalam rencana pengelolaan hutan lestari terpadu yang menjadi komitmen APP Sinar Mas.
“Pengelolaan hutan tanaman industri yang bertanggung jawab itu terdiri dari melindungi hutan alam, pengelolaan lahan gambut dengan praktik berkelanjutan, serta memastikan rantai pasokan global dan komitmen sosial,” tuturnya.
Sementara itu Director Global Environment Center Faizal Parish mengatakan, solusi berkelanjutan diperlukan karena ASEAN adalah wilayah yang sangat berisiko terdampak buruk kebakaran.
“Sekitar 50 juta hektare lahan di kawasan ASEAN rentan kebakaran dan asapnya bisa berdampak kepada 70 juta jiwa,” katanya.
Kebakaran hutan dan lahan di kawasan ASEAN bisa memperburuk perubahan iklim karena melepas emisi karbon dalam jumlah besar serta menghantam sektor kesehatan dan perekonomian.
Faizal mengatakan lahan di ASEAN terancam kebakaran akibat aktivitas pertanian. Misalkan, perkebunan jagung di negara ASEAN bagian Utara.
Faizal mengungkapkan, negara-negara ASEAN telah berkomitmen untuk menjadikan kawasan itu bebas asap. Upaya untuk mencapai komitmen itu sudah dilaksanakan, antara lain lewat perjanjian pencegahan asap lintas batas ASEAN ATHP dan strategi pengelolaan gambut ASEAN.
Faizal mengatakan upaya yang dilakukan itu butuh dukungan dari berbagai organisasi di dunia. Ia juga mengingatkan pentingnya keterlibatan semua pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta. (Tri Wahyuni)