
JAKARTA (Suara Karya): Rencana pemerintah menerapkan urun biaya dan selisih biaya bagi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tampaknya belum dapat dilaksanakan dalam waktu segera. Pasalnya, tim kajian baru akan terbentuk pada akhir Januari ini.
“Tim akan melakukan kajian terkait jenis penyakit yang terkena urun biaya. Hasilnya akan jadi dasar pembentukan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Pengganti Nomor 51 Tahun 2018,” kata Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan (Kemkes), Sundoyo di Jakarta, Senin (28/1/2019).
Penegasan itu disampaikan Sundoyo menanggapi informasi di media sosial yang menyebut sejumlah penyakit dalam program JKN yang dikenakan urun biaya. Padahal kebijakan itu belum diterapkan, karena masih menunggu hasil dari tim kajian.
Sundoyo pada kesempatan itu didampingi Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kemkes Kalsum Komaryani dan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kemkes, Widyawati.
Sundoyo kembali mengaskan, tak semua layanan kesehatan dalam JKN nantinya akan dikenakan urun biaya. Rencananya, urun biaya akan diterapkan pada layanan kesehatan yang berpotensi terjadi penyalahgunaan, baik itu oleh rumah sakit, pasien, dokter atau pedagang farmasi.
“Tindakan curang bisa dilakukan siapa saja, termasuk oleh pasien terkait dengan perilaku dan selera,” katanya.
Mengenai pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh selera dan perilaku peserta, Sundoyo mencontohkan, operasi sectio caesarea. Menurut dia, tindakan operasi itu kadang dilakukan berdasarkan permintaan pasien, bukan karena indikasi medis.
“Tindakan operasi caesar itu apakah masuk dalam jenis pelayanan yang potensi menimbulkan penyalahgunaan, tergantung penilaian dari tim,” katanya.
Kalsum Komaryani menambahkan, tim kajian urun biaya dan selisih biaya JKN terdiri dari sejumlah unsur. Disebutkan, organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI), kalangan akademisi dan unsur pemerintah yang diwakilkan oleh Kemkes.
“Nama tim sudah terisi. Tinggal menunggu peresmian oleh Menkes. Setelah itu, mereka akan melakukan pembahasan atas masukan dari berbagai pihak,” ujarnya.
Proses berikutnya, lanjut Kalsum adalah dilakukannya uji publik. Hasil akhir akan dituang dalam bentuk Permenkes terbaru, pengganti Permenkes Nomor 51 Tahun 2018 tentang Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam JKN.
“Alurnya cukup panjang. Kebijakan soal urun biaya belum bisa diterapkan dalam waktu dekat,” ucap Kalsum menegaskan.
Secara spesifik, tujuan dari urun biaya dan selisih biaya memang berbeda. Menurut Kalsum, urun biaya diberlakukan guna mencegah penyalahgunaan layanan kesehatan untuk selera serta perilaku masyarakat. Sedangkan selisih biaya
bertujuan agar pasien yang dianggap mampu tidak semena-mena menaikkan kelas perawatannya.
Kendati demikian, lanjut Kalsum, peserta bisa saja terkena dua jenis biaya tersebut. Misalnya, jika seorang peserta kelas tiga masuk rumah sakit dan mendapatkan jenis layanan urun biaya. “Karena kamar kelas penuh, pasien setuju untuk pindah ke kelas 2. Maka pasien wajib bayar selisih biaya pindah kelas,” katanya. (Tri Wahyuni)