Suara Karya

Pengembangan PAUD Masih Terkendala Persoalan Guru

JAKARTA (Suara Karya): Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia hingga kini masih terkendala persoalan guru. Tak hanya dari sisi kuantitas, tetapi juga kualitasnya.

“Banyak guru PAUD bukan lulusan S-1. Apalagi sarjana pendidikan. Guru PAUD itu umumnya orangtua siswa yang suka mengajar. Jadi ada yang tamatan SMA, bahkan SMP,” kata Dirjen PAUD dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Harris Iskandar dalam seminar internasional tentang PAUD di Jakarta, Selasa (5/11/19).

Acara dihadiri kalangan akademisi, praktisi, penggiat PAUD dan perwakilan kementerian pendidikan dari 15 negara yaitu Afganistan, Australia, Banglades, Filipina, Kamboja, Korea Selatan, Madagaskar, Maroko, Jepang, Vietnam, Perancis, Tajikistan, Thailand, Timor Leste dan Yaman.

Karena itu, lanjut Harris, pemerintah memberi perhatian khusus pada PAUD dan pendidikan keluarga. Jika dua hal itu bisa diselesaikan dengan baik, maka pendidikan pada fase berikutnya akan lebih mudah dilakukan.

“Karena dasar pendidikan karakter sudah diperoleh selama mengikuti PAUD,” katanya.

Harris menyebut jumlah guru PAUD yang memenuhi kualifikasi pendidikan baru sekitar 450 ribu orang. Jumlah itu belum mencukupi kebutuhan guru PAUD di Tanah Air yang merentang dari Sabang sampai Merauke.

“Pemerintah sendiri menargetkan satu PAUD setiap satu desa. Target ini sulit dipenuhi terutama pada desa-desa di luar Pulau Jawa. Mengingat, lokasi desa ke desa lainnya terbilang sangat luas,” tuturnya.

Ditambahkan, berbagai upaya akan dilakukan agar target itu bisa tercapai. Kerja sama dilakukan mulai dari menggandeng Kementerian Desa hingga para istri pejabat daerah yang menjadi Bunda PAUD di daerahnya masing-masing.

“Keterlibatan Bunda PAUD dalam pengembangannya menjadi penting, karena mereka lah yang berhubungan langsung. Selain itu, Bunda PAUD juga bersentuhan langsung dengan masyarakat. Jadi persoalan yang terjadi bisa diatasi segera,” ujarnya.

Untuk wilayah 3T (terluar, terdalam dan terpencil), lanjut Harris, pihaknya bekerja sama dengan TNI seperti pernah dilakukan pada program pemberantasan buta aksara. Dengan demikian, seluruh anak bangsa dapat menikmati pendidikan dasar. (Tri Wahyuni)

Related posts