
JAKARTA (Suara Karya): Kalangan legislatif menilai, penggabungan volume produksi antara Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) akan meningkatkan angka pengangguran.
“Seperti diketahui, SKT itu mempekerjakan banyak karyawan. Jika volume produksi digabung dengan SKM maka bakal banyak produsen rokok yang mengurangi jumlah karyawan sebagai langkah efisiensi. Hal itu jelas merugikan,” kata Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo di Jakarta, Jumat (1/3/2019).
Firman menambahkan, ratusan ribu orang akan kehilangan pekerjaan seketika, jika kebijakan penggabungan ini diterapkan. “Kami keberatan dengan hal ini, masyarakat banyak juga harus dipikirkan juga,” ujarnya.
Menurut Firman, basis dan konstituennya berasal dari daerah penghasil tembakau dan beberapa diantaranya telah menggantungkan hidup menjadi buruh dan pekerja pada produsen kretek tangan.
“Contohnya perusahaan rokok Sukun yang memiliki tenaga kerja hingga 10.000 orang. Saat ini, karyawan mereka tinggal 4.500 orang saja. Padahal perusahaan itu milik pribumi yang harus dibantu,” ucapnya.
Firman memprediksikan, tahun ini tidak akan ada pembahasan mengenai perubahan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait hal itu. “Harusnya pemerintah pro aktif mencari sumber income lain, jangan hanya menguru rokok dan tembakau,” kata Firman menegaskan.
Firman yang juga Ketua Pansus RUU Pertembakauan DPR RI itu menilai terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017 yang mengatur di dalamnya penyederhanaan tarif cukai tembakau (simplifikasi tarif cukai) akan merugikan masyarakat Indonesia.
Pasalnya, lanjut Firman, jutaan buruh linting kretek sangat tergantung hidupnya dari industri nasional hasil tembakau (IHT). “Saya mohon kebijakan soal simplifikasi tarif cukai betul-betul diperhatikan. Jika perlu ditunda. Saya berpandangan kebijakan itu merugikan masyarakat Indonesia,” katanya.
Firman menambahkan, jumlah pabrik IHT setiap tahun mengalami penurunan yang sangat drastis. Data jumlah pabrik rokok tiap tahun berkurang alias pabrik gulung tikar.
“Pada 2006, jumlah pabrik rokok ada sebanyak 4.669. Saat ini, jumlah pabrik tinggal 728,” ucap Firman menandaskan. (Tri Wahyuni)