Pentingnya Guru Kuasai Cyber Pedagogy di Era Revolusi Industri 4.0

0
Foto : (Suarakarya.co.id/TriWahyuni)

JAKARTA (Suara Karya): Di era revolusi industri 4.0, guru tak lagi satu-satunya sumber ilmu di kelas. Untuk itu, pentingnya guru menguasai “cyber pedagogy” sebagai metode pembelajaran di kelas.

“Guru sekarang tak perlu banyak omong. Hanya perlu mengarahkan siswa pada semua sumber pembelajaran. Karena beragam pengetahuan dapat mudah ditemukan lewat internet,” kata Ketua Departemen Smart Learning and Character Center, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Richardius Eko Indrajit dalam seminar bertajuk “Envisioning The Next Industrial Revolution 5.0”, di Jakarta, Kamis (24/1/2019).

Indrajit menjelaskan, sekolah harus memiliki student center sebagai salah satu bentuk cyber pedagogy. Lewat student center, transfer pengetahuan akan banyak berpusat pada siswa, ketimbang dari gurunya.

“Guru hanya perlu bicara 10 menit. Sisanya mengarahkan, membimbing dan memantau siswa belajar apakah sudah tepat dalam memanfaatkan sumber belajar yang begitu banyak di internet,” ujar pria yang hari ini memasuki usia 50 tahun itu.

Guru harus melakukan pendampingan ke siswa, lanjut Indrajit, agar sumber belajar yang dipergunakan sesuai. Dengan demikian, siswa dapat memanfaatkan sumber belajar itu secara optimal.

“Jika anak dibiarkan belajar sendiri lewat sumber terbuka dikhawatirkan salah memilih. Karena sumber belajar di internet sangat beragam, termasuk hal-hal yang terlarang bagi anak,” ujarnya.

Pemanfaatan sumber belajar di internet, menurut Indrajit, berlaku bagi semua guru mata pelajaran tak hanya pada bidang informatika. Karena itu, ia berharap guru mau belajar tentang cyber pedagogy agar tidak dibully oleh siswanya.

“Pelatihan tentang cyber pedagogy ini tidak bisa lagi hanya berupa imbauan, tetapi paksaan. Guru kadang merasa tua untuk belajar tentang teknologi, padahal jika dipaksa juga bisa berubah,” tutur suami dari mantan penyanyi cilik Lisa A Ariyanto itu.

Tentang rencana pemerintah mengajarkan kembali mata pelajaran TIK (teknologi, informasi dan komunikasi) yang kini disebut informatika, Indrajit mendukung hal itu. Ia berharap mapel informatika tidak mengajarkan siswa tentang bagaimana menggunakan IT.

“Jangan ada lagi guru informatika mengajarkan siswa bagaimana menggunakan komputer. Lebih baik, mereka pensiun saja. Guru informatika itu harus bisa membawa siswa untuk belajar berpikir logis, terstruktur dan algoritmis,” ucapnya.

Belajar informatika, Indrajit menegaskan, jangan arahkan anak agar menjadi programer atay systen analysis semata. Karena beragam profesi bisa diciptakan dari informatika. “Yang penting siswa dilatih berpikir holistik dan berbasis data.  Karena teknologi itu hanya alat saja,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi yang hadir dalam acara menyebut perlu ada perubahan pola pikir pada guru dalam menyikapi Revolusi Industri 4.0. Jika tidak, maka ia dengan sendirinya akan tersisih oleh zaman.

“Karena semua pengetahuan kini tersedia di internet. Di YouTube, kita bisa temukan ribuan eksperimen. Bahkan pengetahuan itu disajikan lebih menarik dibanding apa yang diajarkan guru,” ujarnya.

Karena itu, lanjut Unifah, PGRI akan gencar mensosialisasikan perlunya guru mengubah pola pikir di era revolusi industri 4.0. Termasuk penguasaan cyber pedagogy bagi para guru. (Tri Wahyuni)