Perlunya Lembaga Khusus Benahi Data Musik Tradisi Nusantara

0

JAKARTA (Suara Karya): Diperlukan lembaga khusus untuk membenahi pendataan musik tradisi nusantara. Karena meski kegiatan pendataan sering dilakukan pemerintah daerah, komunitas dan pemerintah pusat, namun hingga saat ini belum ada data akurat terkait jumlah maupun ragam musik tradisi di Indonesia.

Karena itu, Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek), Restu Gunawan berharap dibentuknya Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Musik Tradisi Nusantara dapat menjadi jembatan untuk perbaikan pendataan musik di Indonesia.

“Tak hanya musik tradisi nusantara, tetapi juga musik modern. Data terkait semua itu, kita belum punya,” kata Restu Gunawan pada kegiatan Prakongres Musik Tradisi Nusantara hari-7 bertema pemanfaatan (benefit dan profit) yang digelar daring, Sabtu (28/8/21).

Restu menilai pendataan musik tradisi nusantara harus melibatkan masyarakat dan komunitas tradisional. Karena merekalah yang paham kondisi yang ada lapangan.

“Mekanisme pendataan harus diperbaiki, jangan dari atas saja karena terkadang dinas kurang paham spesifikasi di lapangan. SDM juga harus ditingkatkan termasuk niat pendataannya untuk apa,” ujarnya.

Restu menekankan, semua produk budaya termasuk musik yang diusulkan ke UNESCO sebagai warisan budaya tak benda dan kemudian memperoleh sertifikat, harus memberi manfaat bagi pelaku budayanya atau pemiliknya.

Dalam kesempatan yang sama, Pengacara Ahli Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) Panji Prasetyo mengatakan persoalan yang dihadapi music tradisi tak sekadar pendataan, tetapi juga menyangkut perlindungan yang hingga kini belum memadai. Pencipta music tradisi misalkan, belum dapat perlindungan hak kekayaan intelektual atau HKI, meski aturan perundangannya sudah ada.

“Peraturannya sudah ada, sudah diperbaharuhi tiga kali namun operasionalisasinya yang belum ada,” katanya.

Hal senada dikemukakan pengamat musik, Bens Leo. Ia menilai, pembentukan LMK dapat menjadi angin segar bagi para pemilik atau pencipta music tradisi. Sayangnya banyak pelaku budaya yang belum tahu keberadaan LMK ini.

“Rekan-rekan dari seniman tidak tahu keberadaan LMK dan tidak tahu cara penghitungan royalty atas karyanya,” katanya.

Dari berbagai persoalan yang muncul selama pembahasan prakongres yang berlangsung sekitar 4 jam berhasil merumuskan 4 rekomendasi. Pertama, perlunya mendaftarkan karya musik tradisi yang akan dimanfaatkan melalui label rekaman/publisher dengan bantuan komunikasi karawitan Indonesia (KO KA IN)/ Perpustakaan Nasional untuk disimpan dalam bentuk karya cipta dan karya rekam)/LMK Musik Tradisi Nusantara yang akan dibentuk.

Kedua, perlunya sosialisasi yang lebih intensif dan masif tentang ekosistem hak cipta bagi para pencipta, musisi dan pelaku musik tradisi. Karena banyak pencipta music yang karyanya diunggah di media sosial seperti Youtube atau media lain, tetapi pemilik karyanya tidak mendapat hak royalti.

Ketiga, pentingnya pendataan dan perlindungan terhadap karya budaya yang belum diketahui penciptanya (no name).

Dan keempat, perlu regulasi dan edukasi terhadap media masa untuk memberi ruang publikasi atas karya musik tradisi Nusantara. Media massa terutama radio dan televisi harus memberi ruang yang cukup untuk pengembangan musik tradisi.

Direktur Perfilman, Musik dan Media Baru (PMMB) Ditjen Kebudayaan Kemdikbudristek Ahmad Mahendra sebelumnya mengemukakan, kegiatan prakongres merupakan tindak lanjut arahan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim untuk menyusun kebijakan tata kelola perlindungan kekayaan intelektual bagi musikus tradisi Nusantara.

“Melalui kegiatan prakongres ini kami bahas permasalahan mendasar dan mencari cara mengatasinya, terutama pada musik tradisi Nusantara,” katanya.

Kegiatan Pra Kongres akan berlangsung hingga 30 Agustus 2021 dengan menghadirkan narasumber dari berbagai kalangan. (Tri Wahyuni)