
JAKARTA (Suara Karya): Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyayangkan sikap pemerintah yang setengah hati dalam menangani masalah guru honorer. Dari 160 ribu guru yang dinyatakan lulus seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), baru 65 persen yang mendapat surat keputusan (SK).
“Ada pula 193 ribu guru yang lulus ‘passing grade’ hingga kini tak jelas nasibnya,” kata Ketua Umum PGRI, Unifah Rosyidi disela acara halal bihalal dengan pengurus PGRI se-Indonesia yang digelar hibrida (daring dan luring), dari Jakarta, Sabtu (21/5/22).
Unifah menjelaskan, guru yang tak jelas nasibnya tersebut tidak memiliki formasi di daerahnya masing-masing. Pemerintah daerah ‘menolak’ mereka karena tak ada kepastian dari pemerintah pusat soal anggaran untuk gajinya.
“Semua pihak yang terlibat dalam penerimaan guru PPPK sekarang ini saling lempar tanggung jawab. Padahal dari awal, terus digembar-gemborkan tersedia rekrutmen bagi 1 juta guru,” ucap Unifah menyayangkan.
Ketua Umum PGRI itu berharap pemerintah mengambil tindakan segera untuk mengatasi masalah guru PPPK yang belum dapat SK, maupun para guru yang sudah lulus passing grade tetapi belum ada formasinya.
Menurutnya, kondisi ini menjadi persoalan kritis. Karena amanat undang-undang (UU) guru dan dosen menyebut, ketersediaan guru, kualitas, kompetensi, penyebaran hingga kesejahteraannya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
“Kami ingin masalah guru bisa diselesaikan secepat-cepatnya, agar tak menjadi presenden buruk di masa depan. Apalagi ada isu, kalau tidak ada lagi kesempatan bagi calon guru menjadi aparatur sipil negara (ASN),” tuturnya.
Hal itu penting, lanjut Unifah, karena menyangkut keberlanjutan profesi guru di kalangan muda. Mereka tidak tertarik menjadi guru karena dianggap tidak memberi kesejahteran dan ketidakjelasan dalam profesinya.
Alasan itu merujuk pada status Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) yang semakin tidak jelas dalam peta jalan dan rancangan undang-undang (RUU) sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Untuk itu, penting dibuka ruang dialog dengan para pemerhati pendidikan dan stakeholder lainnya.
“Kami melihat RUU Sisdiknas dibuat tergesa-gesa. Ini masalah serius, karena menyangkut masa depan bangsa,” ucap Unifah menandaskan.
Hadir dalam kesempatan itu, motivator kondang dari Lembaga ESQ, Ary Ginanjar. Ia memotivasi para guru agar semangat dalam mengajar. Selain membekali sejumlah kiat bagi para guru agar ilmu pengetahuan yang disampaikan kepada siswa dapat dipahami dengan baik.
“Saat masuk kelas, guru harus fokus pada setiap siswa. Ciptakan suasana belajar yang menyenangkan, interaktif dan penuh energi, agar ilmu yang disampaikan ke siswa lebih mudah diserap,” tutur Ary Ginanjar.
Hadir pula Chief Coordinator of Education Internaitonal Asia Pacific, Anand Singh yang memberi dukungan kepada PGRI, agar menjadi lebih kuat, independen, demokratik, dan berkelanjutan program-programnya. (Tri Wahyuni)