JAKARTA (Suara Karya): Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL), KLHK, Sigit Reliantoro ketika memberikan sambutan pada sosialisasi Pembinaan Pelaksanaan PP Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Ruang Rapat Kalpataru, Gedung B, Kementerian LHK, Selasa (27/4/2021) mengatakan ada 4 prinsip umum agar kolaborasi berhasil dalam pelaksanaan PP 22/2021 tersebut.
Dalam acara yang dilakukan secara hybrid (daring dan luring) ini, Sigit Reliantoro menjabarkan keempat prinsip kolaborasi agar berhasil yakni: Pertama, adanya kemitraan untuk membangun hubungan, kolaborasi melibatkan semua pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan dan menyiratkan bahwa setiap anggota memiliki peran kunci dalam mencapai tujuan bersama.
Prinsip kedua kata Sigit, kesetaraan yang menyiratkan bahwa setiap pemangku kepentingan sama pentingnya dengan yang lain, tetapi tidak berarti setiap pemangku kepentingan memiliki kesamaan dalam kewenangan, tanggung jawab dan tingkat pengetahuan.
Lalu prinsip ketiga, akuntabilitas adalah dasar dari tanggung jawab dan dapat digunakan untuk mengukur kinerja. Dengan adanya akuntabilitas pemangku kepentingan merasa perlu terlibat dalam pengambilan keputusan dan merasa bertanggung jawab dengan keputusan tersebut.
Prinsip keempat lanjut Sigit, adanya rasa memiliki yang menuntut semua pemangku kepentingan untuk berkontribusi dan berpartisipasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Lebih lanjut PLT Dorjen PPKL KLHK Sigit Reliantoro menjelaskan dari sisi konten, analisis para pakar terhadap UU No 11 tahun 2020 menunjukkan bahwa pada dasarnya asas dan norma dalam UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak berubah. Kebijakan memang ada yang berubah, dari segi teknis sebagian ada yang berubah dan untuk prosedur memang banyak yang berubah untuk membuat menjadi lebih sederhana.
Secara prinsip dan konsep AMDAL dan Persetujuan Lingkungan tidak berubah dari konsep pengaturan dalam ketentuan sebelumnya, perubahan lebih diarahkan untuk penyempurnaan kebijakan dalam aturan pelaksanaannya sesuai dengan tujuan Undang Undang Cipta Kerja yang memberikan kemudahan kepada setiap orang dalam memperoleh Persetujuan Lingkungan namun dengan tetap memenuhi ketentuan yang ditetapkan.
“Model kolaborasi dalam menyelesaikan wicked problems pencemaran, kerusakan lingkungan dan perubahan iklim. Masalah lingkungan yang juga dikenal sebagai disarticulated state, yaitu persoalan yang tidak terdifinisikan dengan jelas karena pendekatan tradisional dengan menggunakan pendekatan batas administrasi, geografis dan kewenangan tidak dapat membatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan,” papar Sigit yangmenguraikan dari sisi hasil.
Adapun tujuan PP Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jelas Sigit, untuk memenuhi hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan melalui cipta kerja. Kemudian untuk mendukung cipta kerja diperlukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan : kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja.
Tujuan Sosialisasi
Adapun kegiatan soialisasi yang diikuti 1.225 terdiri 34 Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi; 514 Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia; dan 6 Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion pada masing-masing regional P3E adalah penyebarluasan informasi dan sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Tujuan lainnya, penyamaan visi dan misi dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan koordinasi dan pembinaan pemerintah daerah dalam melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sementara Direktur Pengendalian Pencemaran Air, Luckmi Purwandari mengatakan, Pasal 63 huruf a dan huruf n Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menyatakan bahwa Pemerintah Pusat bertugas dan berwenang untuk menetapkan kebijakan nasional dan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan tingkat nasional dan kebijakan tingkat provinsi.
Ketentuan ini sejalan dengan Pasal 16 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengatur bahwa Pemerintah Pusat dalam menjalankan urusan pemerintahan konkuren berwenang untuk menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) sebagai aturan pelaksanaan dalam penyelenggaraan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menindaklanjuti dinamisasi peraturan perundang-undangan lingkungan ditingkat pusat dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menjadi terobosan sekaligus titik awal baru (new era).
Peraturan Pemerintah ini telah meletakkan beberapa dasar baru dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (Pramuji)