JAKARTA (Suara Karya): Anggota Komisi IX DPR, Irgan Chairul Mahfiz mengatakan, dari 6,5 juta Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang tersebar diberbagai negara, hanya 400 ribu yang mengikuti program asuransi dari BPJS Ketenagakerjaan. Jumlah tersebut, dinilai masih sangat sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah pekerja migran di luar Indonesia.
“Saya berharap BPJS Ketenagakerjaan segera memperluas sosialisasi, sehingga banyak peserta pekrja migran Indonesia yang mendaftar asuransi BPJS Ketenagakerjaan,” kata ujar politisi PPP ini, kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Minimnya sosialisasi dari BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja migran Indonesia, kata Irgan, mengakibatkan kurangnya peserta yang mengikuti jaminan bagi para pekerja migran tersebut.
Dia menuturkan, calon PMI atau PMI sudah mendapat perlindungan dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) yang diperluas. Melalui JKK, PMI akan dilindungi saat bekerja di luar negeri. Perlindungan diberikan dari kematian hingga kecacatan, termasuk hilang akal budi.
Hal itu, kata dia, menunjukkan banyaknya masalah yang dialami pekerja migran Indonesia, seperti penyiksaan atau pemerkosaan. “Karena itu, sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan, sangat bermanfaat bagi PMI,” katanya menambahkan.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Imam Suroso menjelaskan, banyak masyarakat yang belum mengetahui adanya perubahan perlindungan asuransi dari konsorsium swasta ke BPJS Ketenagakerjaan.
“BPJS Ketenagakerjaan sangat minim untuk memberikan edukasi untuk para pekerja terkait perubahan konsorsium yang sekarang sudah dipegang oleh BPJS Ketenagakerjaan,” jelasnya.
Politikus PDI-Perjuangan ini juga menjelaskan manfaat lain dari keikutsertaan PMI dalam program BPJS Ketenagakerjaan, antara lain manfaat beasiswa atau pelatihan kerja yang didapatkan oleh anak dari calon PMI atau PMI yang meninggal dunia karena kecelakaan kerja.
“Asuransi BPJS Ketenagakerjaan diperlukan guna meningkatkan potensi perlindungan terhadap 6,5 juta PMI di luar negeri,” katanya. (Gan)