JAKARTA (Suara Karya): Ketua Umum Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, berharap Undang Undang No. 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, bisa lebih menguatkan kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), suberdaya, dan jaringan.
“Kebutuhan akan penguatan sistem inovasi nasional ini sudah harus terpenuhi. Melalui Undang-Undang ini, telah coba diletakkan pondasi penting untuk penguatannya,” kata Pontjo saat FGD virtual Penguatan Sistem Inovasi Nasional Dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Berbasis Pengetahuan, Jumat (8/9/2023).
Lebih lanjut Pontjo menjelaskan, bahwa dalam rangka menguatkan pondasi tersebut, Bappenas telah menyusun “Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi”, dengan memberikan arah serta koridor untuk memastikan bahwa setiap elemen pendukung sistem dapat berkolaborasi dan saling mendukung untuk dapat berkontribusi secara optimal.
“Merujuk cetak biru ini, ada beberapa elemen penting yang membentuk Sistem Inovasi Nasional yaitu: Elemen, Regulasi, Kelembagaan, Mekanisme Akuntabilitas, Sumber Daya, Insentif & Pendanaan,” ujarnya,
Saat ini, pemerintah Indonesia telah memiliki setidaknya tiga dokumen yang digunakan sebagai landasan kebijakan iptek nasional, yaitu:
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020–2024.
Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) Tahun 2017–2045.
Agenda Riset Nasional (ARN) yang disusun Dewan Riset Nasional.
Namun demikian, banyak pihak menengarai bahwa Sistem Inovasi Nasional belum bekerja secara optimal. Pelaksanaan Sistem Inovasi Nasional di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan dan masalah.
Menurut Pontjo, dalam aspek kelembagaan, sinergi dan kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi/lembaga riset, dan industri/dunia usaha yang sering disebut dengan “Triple Helix” belum berjalan dengan baik.
Akibatnya, proses hilirisasi hasil riset dan inovasi yang dihasilkan oleh lembaga riset/perguruan tinggi masih menghadapi berbagai masalah, terutama adanya jurang yang sangat lebar antara lembaga riset/perguruan tinggi di satu sisi, dan dunia usaha/industri di sisi lain.
“Lebarnya jurang ini menyebabkan proses hilirisasi menjadi fase yang sangat kritis sehingga sering disebut sebagai “Lembah Kematian (Valley of Death)” dari inovasi,” katanya. (Boy)