
JAKARTA (Suara Karya): Hilangnya minat belajar siswa akibat kurangnya interaksi dengan guru saat pembelajaran (learning loss) di Indonesia sebenarnya terjadi jauh sebelum pandemi covid-19. Pandemi memang memperburuk keadaan.
“Kalau mau jujur, banyak siswa di Indonesia duduk di kelas yang bukan level kompetensinya,” kata Chief Education Officer Zenius, Sabda PS dalam webinar yang digelar Forum Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan (Fortadikbud) bersama Zenius bertajuk “Merangkai Indonesia yang Cerdas, Cerah dan Asyik”, Rabu (21/4/2021).
Pembicara lain dalam webinar adalah Direktur Sekolah Menengah Atas (SMA) Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemdikbud, Purwadi Sutanto dan alumni Zenius yang kini bekerja di Bank Dunia, Indah Shafira.
Penilaian Sabda tersebut berdasarkan pengalamannya mengelola Zenius selama lebih dari 17 tahun. Siswa yang level kompetensinya baru diatas 70, bisa naik kelas. Kesenjangan kompetensi itu makin melebar ketika siswa ada di kelas tertinggi.
“Ada siswa kelas 12, misalkan, memiliki kemampuan berbahasa Inggrisnya minim sekali. Selama 10 tahun belajar di sekolah, seharusnya siswa itu sudah mahir berbahasa Inggris. Tetapi kenyataannya tidak, lalu kesalahannya dimana,” kata Sabda mempertanyakan.
Hal itu terjadi, menurut Sabda, karena anak mengalami ‘learning loss’ pada mata pelajaran bahasa Inggris. Saat level kompetensinya baru sekitar 40 persen, siswa harus naik kelas. Di kelas lebih tinggi dan seterusnya, anak makin tidak mengerti karena level kompetensinya tidak berkembang.
“Loss of learning ini berbeda-beda pada setiap siswa, ada pada mata pelajaran matematika, bahasa Inggris, fisika, kimia atau biologi. Jadi tidak heran, di masa pandemi kondisi loss of learning makin parah akibat minimnya interaksi antara guru dan siswanya dalam pembelajaran,” ujarnya.
Belajar dari pengalaman tersebut, lanjut Sabda, Zenius mengembangkan platform edukasi berbasis teknologi, yang diharapkan dapat mengatasi loss of learning pada siswa. Karena metode belajar yang diterapkan Zenius fokus pada pemahaman dasar materi dan pengembangan pola berpikir kritis.
“Diharapkan hal itu membantu anak mendapat pengalaman belajar yang personal, sesuai dengan tahapan belajar serta kemampuan masing-masing,” ucapnya.
Sabda menyebut 4 kemampuan dasar yang penting dimiliki seorang anak, yaitu logika, kemampuan matematis dasar, membaca dan ‘scientific thinking’.
“Kami berupaya membuat materi pembelajaran yang dapat menstimulasi 4 kemampuan dasar tersebut. Harapannya, kemampuan itu dapat membentuk seorang anak menjadi cerdas, cerah, dan asyik,” katanya.
Maksudnya, menurut Sabda, anak yang cerdas terlatih memiliki pemikiran yang kritis daripada sekadar menghafal. Anak menjasi cerah, karena mereka memiliki kemampuan dasar yang membuat mereka lebih percaya diri dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
“Mereka juga asyik karena memiliki kemampuan sosial dan motivasi untuk terus belajar atau menjadi ‘lifelong learner,” ujarnya.
Dalam konteks yang lebih luas, lanjut Sabda kompetensi individu menentukan masa depan Indonesia. Sebagai anggota dari OECD, Indonesia berpartisipasi dalam tes PISA yang menguji kemampuan dasar siswa SMP dan SMA.
“Kami juga memiliki komitmen untuk membantu meningkatkan skor PISA Indonesia. Hal itu sejalan dengan agenda pemerintah yang kini menggunakan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) untuk menilai kemampuan dasar siswa dalam hal literasi dan numerasi.
Setelah ‘fundamental skill’ tersebut dikuasai, Sabda menilai, baru ajari siswa terkait ‘spesific skill’. Ia menganalogikan sebuah pohon, jika fundamental skill itu akar maka ‘spesific skill’ adalah daun-daunnya. Karena itu pentingnya memperkuat fundamental skill, baru naik ke spesific skill, jangan dibuat terbalik.
“Kalau kita sibuk mengajari anak spesific skill sehingga daunnya tumbuh subur, tetapi fundamental skill-nya belum kokoh maka pohon itu akan roboh. Jika fundamental skill-nya kokoh, pengajaran spesific skill akan berhasil baik,” katanya.
Upaya yang dilakukan Zenius mendapat apresiasi Direktur Sekolah Menengah Atas (SMA) Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemdikbud, Purwadi Sutanto.
Pada kesempatan yang sama, Purwadi menyatakan pemerintah mendukung inisiatif Zenius yang terus menciptakan dan menerapkan materi pembelajaran berkualitas untuk siswa.
“Kami berharap ada sinergi yang lebih banyak dengan Zenius di masa depan untuk meningkatkan kompetensi individu di Indonesia,” ujarnya.
Purwadi menambahkan, pandemi corona virus disease (covid-19) yang kepanjangan di Indonesia dan banyak negara lainnya telah menimbulkan learning loss di kalangan pelajar. Jika tidak dicarikan solusinya, hal itu akan semakin memperburuk keadaan.
“Karena itu, pemerintah akan menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas pada tahun ajaran baru yang akan dimulai Juli 2021. PTM terbatas diharapkan dapat menekan learning loss pada siswa di masa depan,” katanya. (Tri Wahyuni)