Program Link & Match Vokasi dan DUDI Tak Boleh Sekadar “Kencan”

0
Dirjen Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Wikan Sakarinto dalam dialog 'Mengenal Program Vokasi Link & Match di Studio Metro TV, pada Jumat (10/7/20). (suarakarya.co.id/Tri Wahyuni)

JAKARTA (Suara Karya): Sudah Waktunya program link & match antara pendidikan vokasi dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) digarap secara serius. Hal itu dibuktikan lewat kerja sama yang lebih dalam, tak sekadar penandatanganan MoU (memorandum of understanding).

“Di masa lalu, foto-foto MoU muncul di koran-koran, lalu mengaku sudah link & match dengan DUDI. Padahal, kerja sama itu baru tahap “kencan” (dating), belum sampai pacaran apalagi menikah,” kata Dirjen Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Wikan Sakarinto dalam dialog ‘Mengenal Program Vokasi Link & Match di Studio Metro TV, pada Jumat (10/7/20).

Wikan menyebut, kerja sama vokasi dengan DUDI harus mendalam atau masuk tahap “menikah” jika sedikitnya kedua belah pihak melakukan 4 hal. Pertama, kurikulum harus disusun bersama dan disepakati oleh industri. Kurikulum merupakan poin yang paling penting dalam kerja sama ini.

Karena itu, lanjut Wikan, kurikulum pendidikan volasi harusnya tak hanya berisi kemampuan kasar (hard skill), tetapi juga kemampuan halus (soft skill) yang dibutuhkan industri. Keterlibatan industri menjadi dalam penyusunan kurikulum menjadi penting.

“Jika industri bilang lulusan vokasi itu banyak yang tak bisa komunikasi, kerja tim, bagaimana mengatasi masalah, maka kita harus buat kurikulum dalam paket komplit, dimana hard skill dan soft skill diberikan secara seimbang,”

Kedua, menurut Wikan, program magang untuk siswa vokasi telah disusun sejak awal oleh kedua belah pihak, mulai dari kurikulum hingga pembimbing magang. Magang tak sekadar peserta didik ada dalam DUDI, tetapi bagaimana mereka bisa belajar tentang budaya perusahaan yang dibutuhkan saat masuk dunia kerja yang sesungguhnya.

Ketiga, kata Wikan, komitmen DUDI terkait serapan lulusan. Jika kompetensi peserta didik atau mahasiswa sudah selaras, maka DUDI berkewajiban untuk menerima mereka setelah lulus. Dengan demikian, tak ada lagi yang namanya pengangguran terdidik.

Keempat, dosen vokasi dan guru SMK juga harus dapat pelatihan atau update teknologi dari pihak industri. Dengan demikian, kompetensi dosen atau gurunya tidak lebih rendah dibanding peserta didik yang menjalani pelatihan lebih lama di industri. (Tri Wahyuni)