Suara Karya

Pulihkan Ekonomi, PPI Jepang Rekomendasikan Pemerintah Perkuat Pendanaan UMKM Melalui Fintech

JAKARTA (Suara Karya): Pandemi Covid-19 (Virus Corona) yang melanda dunia sejak awal 2020 berimbas tidak hanya kepada problem kesehatan manusia tetapi juga berpengaruh pada masalah ekonomi. Pemerintah di seluruh negara termasuk Indonesia, terus berinovasi ditengah pelambatan perekonomian akibat dampak dari Corona.

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo mendorong Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang agar mampu merekomendasikan hasil penelitian dalam pemulihan ekonomi nasional di tengah masa pandemi Virus Corona.

KBRI Tokyo dengan difasilitasi oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Osaka berinisiasi menyelenggarakan Lokakarya PPI Jepang bertemakan “Gagasan Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemik di Indonesia”.

Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Jepang Heri Akhmadi Sabtu (12/12) berharap, PPI dapat menyumbangkan gagasan untuk pemulihan ekonomi Indonesia.

“Kita harapkan hasil penelitian tidak hanya numpuk di rak tapi bisa diwujudkan dalam praktek di lapangan”, ujar Heri Akhmadi.

Senada dengan itu, Wakil Duta Besar RI Tri Purnajaya berharap, Lokakarya PPI ini dapat berkontribusi bagi percepatan pemulihan ekonomi dalam hal ini kerjasama ekonomi dengan Jepang.

“Indonesia harus mampu memanfaatkan kemitraan dengan Jepang untuk meningkatkan nilai tambah. Diantaranya dengan peningkatan ekspor Indonesia dan investasi Jepang di Indonesia”, tegas Tri Purnajaya.

Sementara itu Konsul Jenderal RI di Osaka Mirza Nurhidayat memastikan KJRI Osaka terus berkomunikasi dengan PPI. Khususnya selama masa Pandemi Corona.

“KJRI Osaka siap menerima masukan dari PPI agar bisa bersinergi untuk pemulihan ekonomi di tengah masa pandemi”, ujar Mirza Nurhidayat.

Atase Pendidikan dan Kebudayaan Tokyo Yusli Wardiatno mengatakan Lokakarya ini dapat menjadi media untuk mempertajam kemampuan intelektual milenial Indonesia dalam merespon isu nasional dan global.

“Gagasan Lokakarya ini berupa rekomendasi kebijakan terkait peningkatan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah”, jelas Yusli Wardiatno.

Pengembangan Fintech untuk Kemudahan UMKM Indonesia

Ketua Umum PPI Pusat Jepang Yudi Ariesta Chandra usai Lokakarya PPI Jepang Minggu (13/12) mengatakan, Lokakarya ini rekomendasikan agar Pemerintah Indonesia lakukan pengembangan Fintech untuk kemudahan UMKM.

“Mendorong semakin banyaknya perusahaan Fintech yang memberikan pengurangan biaya operasional melalui penerapan suku bunga yang lebih rendah. Penyediaan transfer dan tanda tangan digital gratis. Pemberian diskon tagihan bulanan. Penerapan merchant discount rate (MDR) sebesar 0%. Dan penyediaan layanan konsultasi keuangan gratis”, ujar Yudi Ariesta Chandra mahasiswa program S3 jurusan Disaster Nursing, di University of Kochi.

Yudi Ariesta Chandra menambahkan, perlu dipikirkan agar lembaga Pemeringkat UMKM, Pemerintah Daerah dan Kementerian terkait agar mempertimbangkan aspek sosial lingkungan dalam scoring UMKM dan jaminan privasi pengguna layanan. Menurutnya, Pemerintah perlu memperkuat kebijakan digital financial literacy.

“Mempercepat program pemerataan akses internet di daerah luar jawa. Pengoptimalan sosialisasi keuntungan layanan fintech untuk UMKM”, lanjut Yudi Ariesta Chandra.

Sementara itu Ketua PPI Jepang Komisariat University of Tokyo, Eman Adhi Patra yang juga Ketua Tim Kajian Panitia Lokakarya PPI Jepang menjelaskan, Pemerintah perlu perkuat akses internet yang masih belum menjangkau seluruh Indonesia.

“Pemerintah harus menekan biaya Internet dan kualifikasi SDM dalam penggunaan teknologi dan literasi keuangan. Lalu Data Center and disaster Recovery Center di Indonesia. Serta Regulasi yang lebih baik dalam mendorong inovasi”, jelas Eman Adhi Patra mahasiswa Program Studi S2 University of Tokyo.

Eman Adhi Patra menambahkan, hambatan utama UMKM adalah seputar akses pembiayaan ekspor dan perdagangan.

Dari laporan Asian Development Bank (ADB) di 2017 lanjut Eman, 74% penolakan secara global oleh perbankan kepada UMKM disebabkan oleh pembiayaan perdagangan ekspor. ADB menyarankan untuk memperbaiki mekanisme penilaian risiko UMKM dengan menggunakan skema Supply Chain Finance (SCF) sebagai pendekatan baru.

Fintech (Financial Technology) berdasarkan literatur dari National Digital Research Center (NDRC), didefinisikan sebagai inovasi dalam bidang jasa keuangan dengan teknologi modern.

Sehingga, mulai dari metode pembayaran, transfer dana, pinjaman, pengumpulan dana, sampai dengan pengelolaan aset bisa cepat. (Pramuji)

Related posts