Suara Karya

Raih Sertifikat CPOB, Bio Farma Siap Selesaikan 3 Juta Dosis Vaksin Covid-19

JAKARTA (Suara Karya): PT Bio Farma berhasil meraih sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk vaksin corona virus disease (covid-19) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM).

Perusahaan farmasi dibawah kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu akan segera melakukan pengisian dan penyelesaian akhir produk atas 3 juta dosis vaksin ‘curah’ yang sudah tiba di Tanah Air.

Kepala Badan POM Penny K Lukito menyerahkan Sertifikat CPOB kepada Dirut PT Bio Farma Honesti Basyir yang disiarkan secara daring dari Bandung, Rabu (30/12/20).

Hadir dalam kesempatan itu, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Pahala Mansyuri.

Penny menjelaskan, Indonesia saat ini memiliki 1,2 juta dosis vaksin covid-19 yanh didatangkan dari Sinovac Life Science pada awal Desember lalu dan 1,8 juta dosis pada malam ini. Sehingga total 3 juta dosis vaksin covid-19.

“Kami akan terus mengawal proses penyediaan vaksin covid-19 untuk memastikan keamanan, khasiat atau efikasi dan mutu vaksin tersebut,” ujarnya.

Disebutkan, salah satu tahapan dalam aspek pengawalan mutu vaksin adalah melalui inspeksi CPOB di sarana produksi, baik di tempat asal pembuatan vaksin yaitu di Sinovac Life Science Beijing maupun di sarana produksi PT Bio Farma.

“Hasil evaluasi dan pengungkit di PT Bio Farma menunjukkan sarana produksi telah memenuhi syarat untuk pengisian dan penyelesaian produk vaksin covid-19,” tuturnya.

Menurut Penny, PT Biofarma memiliki fasilitas ruang produksi, mengisi dan menyelesaikan vaksin covid-19 dengan kapasitas produksi hingga 100 juta dosis per tahun. Bahkan kini PT Biofarma sedang meningkatkan fasilitas produksi hingga 150 juta dosis. Diharapkan tahun depan, produksi dapat mencapai total 250 juta dosis per tahun.

Penny menjelaskan, proses pemberian Emergency Use Authorization (EUA) vaksin covid-19 asal Sinovac sudah memasuki tahapan penyelesaian. Peneliti uji klinik vaksin di Bandung bersama PT Bio Farma sebagai sponsor sedang melakukan analisis atas data uji klinik sebagai pendukung khasiat.

“Badan POM terus melaksanakan uji klinik dan uji klinik untuk memastikan bahwa aman dan berkhasiat,” tegas Kepala Badan POM.

Ditambahkan, sesuai rencana uji klinik vaksin Sinovac di Indonesia dilakukan pada 1.600 subjek. Saat ini subjek telah mendapat 2 kali suntikan, untuk selanjutnya dilakukan seluruh wilayah dan khasiatnya secara periodik yaitu 1 bulan, 3 bulan dan 6 bulan setelah penyuntikan.

Untuk pembuktian vaksin dilakukan dengan melihat kejadian efek samping yang timbul setelah penyuntikan, sedangkan pembuktian khasiat vaksin dilakukan dengan pengukuran antibodi yang terbentuk dalam tubuh dan kemampuannya dalam melakukan netralisasi terhadap virus yang masuk, serta penghitungan efikasi vaksin.

Pengukuran netralisasi antibodi pada uji klinik vaksin ini dilakukan menggunakan virus dari pasien di Indonesia yang dilakukan di laboratorium Balitbangkes Kementerian Kesehatan. Dengan data itu, dapat diketahui kemampuan vaksin dalam membunuh virus.

“Data awal telah diperoleh dan dibahas dengan tim Komite Nasional (Komnas) Penilai Obat, dengan hasil yang baik. Selanjutnya Badan POM menunggu hasil perhitungan efikasi vaksin yang saat ini sedang disiapkan oleh peneliti,” ujarnya.

Selain melakukan evaluasi terhadap data uji klinik vaksin yang dilakukan di Bandung, Badan POM juga akan dapat data dukung khasiat dan vaksin dari uji klinik yang dilakukan di China, Brazil dan Turki. Badan POM telah melakukan diskusi dengan otoritas obat di negara-negara tersebut untuk melakukan sharing data.

Kepala Badan POM dalam tahapan proses pemberian EUA telah berjalan sesuai standar yang digunakan secara Internasional. Meski dalam kondisi kedaruratan covid-19 diperlukan penyediaan vaksin, tetapi dalam pengambilan keputusan persetujuan penggunaan darurat itu harus dilakukan dengan pertimbangan kemanfaatan yang lebih tinggi dari risikonya.

“Badan POM bersama tim pakar di bidang vaksin, Kelompok Penasihat Imunisasi Indonesia (ITAGI) dan Anggota Komnas Penilai Obat akan membahas dengan seksama sebelum persetujuan itu,” katanya. (Tri Wahyuni)

Related posts