
JAKARTA (Suara Karya) : Tanahnya “diserobot”, puluhan korban mafia tanah dari berbagai wilayah yang tergabung dalam Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI), memaparkan kasus perampasan tanah yang menimpanya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI, Senin, (14/11/2022) di Gedung DPR RI, Jakarta.
Salah satu korban, Datuk Syahrul Ramadhan Tanjung mengungkapkan, tanah ulayat di wilayahnya, Pasaman Barat seluas 2462 ha telah dicaplok.
Dia menjelaskan, ribuan hektar Tanah Ulayat tersebut semula adalah hutan yang menjadi sumber kehidupan rakyat. Rakyat bisa memanen rotan dan ikan. Berbagai upaya telah mereka tempuh untuk mendapatkan hak rakyat. Mereka sudah mengadu kepada Bupati, Gubernur, bahkan bersurat ke Presiden Jokowi. “Bukannya mendapatkan penyelesaian, rakyat justru dikriminalisasi.”
“Kami berharap pimpinan Komisi II DPR RI bisa menyelesaikan persoalan dengan menegur pihak perusahaan.”
Ketua FKMTI SK Budiardjo menjelaskan, dalam RDP dengan Komisi II DPR, ada 8 laporan kasus perampasan tanah yang dipaparkan. Selain, tanah Ulayat di Pasaman Barat, juga ada tanah SHM rakyat Prabumulih untuk proyek tol di Sumatera, tanah SHM Tirta Hartanto di Tangerang, Tanah SHGB Hajjah Jubaedah, Tanah SHM Didik Karsidi di Jakarta, Tanah SHM Lany di Banjar, Kalimantan Selatan, Tanah Girik SK Budiardjo di Cengkareng, dan tanah girik Rusli Wahyudi di BSD, Tangsel.
“Tanah saya di Cengkareng Timur, Jakarta Barat yang saya beli tahun 2006, dirampas oleh pengembang tahun 2010.”
Jubaidah SHGB di Jakara Timur sudah 5x HT di bank BCA dan SHGB masih di Bank bisa dirampas dengan sertifikat yang lokasinya di tempat lain, tanah SHM warga Prabumulih kena proyek Tol Sumatera, belum dibayar, karena digugat menggunakan selembar kertas foto copy,” ungkap Budi.
Budi menambahkan, FKMTI siap adu data atas hak kepemilikan tanah dan mendesak Presiden membentuk Perppu penyelesaikan konflik lahan. Presiden Jokowi telah memerintahkan ‘anak buahnya’ untuk memberantas mafia tanah, namun hingga saat belum dijalankan.
“Masa jabatan Presiden tinggal dua tahun, tapi eskalasi kasus perampasan tanah makin naik.”
Sementara itu pimpinan Komisi II DPR RI menegaskan, akan membentuk Panitia Kerja. Untuk itu mereka meminta para korban segera melengkapi data asal usul kepemilikan awal tanah. Hal ini sejalan dengan konsep FKMTI adu data alas dasar hak kepemilikan awal tanah secara terbuka. (Warso)