Suara Karya

Relawan Jokowi Berharap, Brantas Mafia Tanah

JAKARTA (Suara Karya) : Relawan Jokowi siap mendukung Presiden dan Kapolri untuk memberantas mafia tanah yang telah merampas hak tanah rakyat di berbagai daerah di Indonesia. Mereka siap adu data kepemilikan tanah secara terbuka dan disiarkan langsung oleh media nasional maupun media sosial.

Ketua Relawan WLJ (Wira Lentera Jiwa – We Love Jokowi ) Yanes Yosua menjelaskan, saat ini Indonesia dalam keadaan darurat agraria. Karena itu, dia mendukung kebijakan Presiden untuk melakukan reformasi agraria dan perintah Kapolri untuk memberantas mafia tanah dan beking-bekingnya. Menurut Yanes, banyak rakyat yang jadi korban perampasan tanah tapi diabaikan laporan pengaduannya oleh instansi terkait.

“Indonesia saat ini sudah darurat agraria. laporan korban ke FKMTI jadi bukti nyata. banyak rakyat dari berbagai jadi korban perampasan tanah. Kemarin  datang dari Muara Enim Sumatera Selatan, hari ini dari Labuhan Batu, Sumatera Utara dan Sumedang Jawa Barat. Harus ada pengadilan agraria. Kita kumpulkan ahli-ahli hukum dari unviersitas. Saya tidak percaya dengan pengadilan sekarang, para korban sering dikalahkan meski bukti kepemilikan tanah mereka lengkap”ungkapnya, Rabu; 16 Juni 2021 di Sekretariat FKMTI, Jakarta.

Indra Sucipto, relawan Jokowi asal Labuhan Batu mengungkapkan, ada 1.200 ha lebih tanah warga dikuasai oleh perusahaan milik asing. Padahal warga memiliki surat dari SK Gubernur Sumut Tahun 1971. Sedangkan HGU perusahaan baru terbit tahun 1976. Luas HGU hanya sekitar 2.400 ha tetapi mereka mengusai hampir 4.000 ha. Karena itu mereka berharap, Presiden Jokowi membantu mereka mendapatkan hak tanah yang dikuasai perusahaan secara semena-mena.

Apalagi hal ini ditegaskan Presiden dalam Rapat Terbatas pada tanggal 3 Mei 2019 lalu. “Kami hanya minta hak tanah kami dikembalikan oleh perusahaan. Kami punya bukti kepemilikan tanah SK Gubernur tahun 70. HGU perusahaan hanya 2.400 ha tapi juga menguasai 1.200 ha lahan milik rakyat. Kami siap adu data” ungkapnya

Sedangkan Ketua FKMTI SK Budiarjo mengungkapkan, modus mafia perampas tanah di perkebunan serupa. Misalnya,  punya HGU seribu ha tetapi bisa menguasai lebih dari seribu ha meskipun belum membebaskan tanah milik rakyat yang turun temurun tinggal dan berkebun di lahan tersebut.

Kasus serupa terjadi juga pada warga Muara Enim. Ada sekitar 3.000 ha tanah warga yang diklaim masuk HGU perusahaan. Menurut Budi, jika perampasan tanah dan aktor intelektualhya dibiarkan, maka akan semakin banyak tanah di Indonesia dikuasai segelintir orang dan perusahaan. Hal ini tentu bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45.

“Mafia perampas tanah itu anti pancasila dan perusak persatuan NKRI. Lebih penjajah dari penjajah. Aktor intelektualnya lebih jahat dari teroris FKMTI siap adu data secara terbuka.  Jika data korban salah, silahkan kuasai lahan tersebut. Tapi jika data kepemilikan kami benar, kembalikan hak tanah kami dan penjarakan yang merampas tanah kami”tandasnya

Dalam konferensi pers hadir pula relawan Bejo dari Sumedang Jawa Barat. Mereka mewakili ribuan warga Sumedang yang belum menerima ganti rugi proyek Waduk Jati Gede dan Tol Cisumdawu. (Warso)

Related posts