Suara Karya

Sarat Makna Budaya, Ini Filosofi Gunungan dari Logo Presidensi G20

JAKARTA (Suara Karya): Pembukaan G20 Bidang Pendidikan dan Kebudayaan atau ‘Kick Off G20 on Education and Culture’ diresmikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, dengan mencabut simbolis Gunungan.

Seremoni peresmian itu berlangsung di Kantor Kemdikbudristek, Jakarta, Rabu (9/2/22). Dalam ‘Kick Off G20 on Education and Culture’ itu, Mendikbudristek mencabut Gunungan yang posisi awal berada di tengah, kemudian ditancapkan kembali ke sisi sebelah kanan.

Prosesi mencabut dan menancapkan kembali Gunungan di posisi yang berbeda itu memiliki makna khusus. Mencabut atau menarik Gunungan mempunyai makna penjelmaan zat pertama manusia yang memiliki cipta, rasa dan karsa.

Alasan mengapa Gunungan tidak lagi berada di tengah adalah Gunungan menjadi simbol harapan dimulainya sebuah kehidupan atau babak baru seorang manusia.

Gunungan dalam logo Presidensi G20 Indonesia merepresentasi semangat dan optimisme masyarakat Indonesia, khususnya untuk pulih dari pandemi dan segera memasuki babak baru kehidupan. Hal itu juga terkait dengan tema dalam Presidensi G20, yaitu “Recover Together, Recover Stronger” atau Pulih Bersama.

Presidensi G20 Indonesia diharapkan bisa menjadi permulaan bagi dunia untuk pulih bersama dan bangkit kembali pascapandemi covid-19.

Filosofi Gunungan menggambarkan simbol kehidupan di alam semesta, khususnya perpindahan waktu menuju babak baru. Bentuk gunungan yang seperti segitiga adalah simbol dari purwa, madya, dan wasana, yakni siklus kehidupan dari awal sampai akhir.

Gunungan juga merupakan lambang pergantian lakon atau cerita tentang bagaimana manusia berjuang dan berusaha untuk mengubah jalan hidupnya. Bentuk Gunungan yang mengerucut ke atas bermakna segala daya dan upaya manusia diserahkan kepada Yang Maha Kuasa.

Dalam Presidensi G20, Indonesia mengangkat isu kebudayaan dengan memimpin Pertemuan Tingkat Menteri Kebudayaan. Tema yang diangkat adalah “Jalan Kebudayaan untuk Hidup Berkelanjutan” atau “Culture for Sustainable Living”.

Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid menjadi Koordinator Pertemuan Menteri Kebudayaan dalam Presidensi G20 Indonesia.

Mendikbudristek Nadiem menambahkan, hidup berkelanjutan menjadi tujuan utama dari rangkaian kegiatan kebudayaan yang melibatkan penggerak budaya Indonesia serta negara-negara G20 menuju Ministerial Meeting on Culture atau Pertemuan Menteri Kebudayaan, guna mewujudkan kehidupan berkelanjutan dengan kembali ke akar budaya. (Tri Wahyuni)

Related posts