Selain Keluar, Muhammadiyah dan NU Minta Mendikbud Tinjau Ulang POP

0
Ketua Pengurus Pusat (PP) LP Maarif, Arifin Junaidi. (Suarakarya.co.id/Tri Wahyuni)

JAKARTA (Suara Karya): Dua lembaga pendidikan terbesar di Indonesia, Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul ‘Ulama (NU) dan Majelis Pendidikan Muhammadiyah memutuskan keluar dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Sebenarnya apa yang terjadi?

Ketua Pengurus Pusat (PP) LP Maarif, Arifin Junaidi dalam siaran pers, Rabu (22/7/20) menyatakan, keputusan mundur itu diambil setelah konsultasi Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj. Alasannya, hasil seleksi calon organisasi penggerak tidak mencerminkan konsep dan kriteria organisasi penggerak yang jelas.

“PBNU menyayangkan seleksi program yang dananya mencapai ratusan miliar ini dilakukan secara serampangan,” kata pria yang akrab dipanggil Arjun tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemdikbud mengumumkan pemenang seleksi Program Organisasi Penggerak sebagaimana termuat dalam Surat Dirjen GTK Kemendikbud RI tertanggal 17 Juli tahun 2020 Nomor 2314/B.B2/GT/2020.

Dana yang dikeluarkan pemerintah untuk peningkatan kualitas guru melalui Program Organisasi Penggerak sebanyak Rp595 miliar. Bantuan dibagi dalam tiga kategori berdasarkan banyaknya sasaran satuan pendidikan.

Disebutkan, kategori I atau Gajah dengan sasaran lebih dari 100 satuan pendidikan mendapat bantuan maksimal Rp20 miliar per tahun. Kategori II atau Macan dengan sasaran 21-100 satuan pendidikan dapat bantuan maksimal Rp 5 miliar per tahun dan kategori III atau Kijang dengan sasaran 5-20 satuan pendidikan dapat bantuan maksimal Rp1 miliar per tahun.

Arjun menambahkan, keputusan mundur diambil karena organisasi penggerak yang lolos evaluasi proposal tak jelas kriterianya. Selain itu, tidak ada pembeda dan klasifikasi antara lembaga CSR dengan lembaga masyarakat yang layak dapat bantuan dari pemerintah.

“Karena itu, LP Maarif NU PBNU meminta kepada Mendikbud untuk meninjau kembali Program Organisasi Penggerak agar tidak terjadi masalah di masa depan,” katanya menegaskan.

Ditambahkan, saat ini LP Ma’arif NU PBNU secara mandiri tengah fokus menangani pelatihan Kepala Sekolah dan Kepala Madrasah sebanyak 15 persen dari 45.000 Sekolah/Madrasah di bawah naungan LP Ma’arif NU PBNU. Dan satuan pendidikan formal NU berbasis pondok.

“LP Maarif NU PBNU berkomitmen bahwa memajukan mutu pendidikan merupakan hal mendasar yang harus dilakukan LP Maarif NU PBNU sampai kapan pun,” kata Arjun menandaskan.

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Majelis Pendidikan Muhammdiyah, Kasiyarno menyatakan, Muhammadiyah mundur dari POP setelah melihat hasil seleksi calon organisasi penggerak yang dinilai campur aduk.

“Tidak ada pemisahan antara lembaga pendidikan, yayasan, LSM dan CSR. Herannya, CSR yang seharusnya memberi bantuan malah menerima bantuan dari pemerintah,” kata Kasiyarno dalam siaran persnya, Selasa (21/7/20).

Tidak jelasnya para penerima POP itu, lanjut Kasiyarno, pihaknya memutuskan untuk mundur. Muhammadiyah tetap berkomitmen membantu pemerintah dalam peningkatan kompetensi kepala sekolah dan guru melalui beragam pelatihan, meski tak masuk dalam POP.

“Kami lebih baik fokus mengurus 30 ribu satuan pendidikan yang ada dibawah naungan Majelis Pendidikan Muhammadiyah,” kata Kasiyarno menegaskan. (Tri Wahyuni)