Setelah BSU, Pemerintah Harus Benahi Tata Kelola Guru

0
Praktisi pendidikan Indra Charismiadji. (Suarakarya.co.id/Tri Wahyuni)

JAKARTA (Suara Karya): Langkah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memberi Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi Tenaga Pendidik dan Kependidikan non-pns dengan total anggaran Rp3,6 triliun diapresiasi praktisi pendidikan Indra Charismiadji.

“Program BSU menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap pendidik dan tenaga kependidikan non-pns di masa pandemi ini,” kata Indra saat diminta komentarnya tentang Program BSU, Rabu (18/11/20).

Seperti diberitakan sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim meluncurkan program BSU untuk sekitar 2 juta tenaga pendidik dan kependidikan non-PNS. Setiap guru, dosen dan tenaga pendidikan akan mendapat dana Rp1,8 juta per orang, yang diberikan sekaligus dalam 1 kali transfer.

Indra menilai, program BSU untuk tenaga pendidik dan kependidikan non-PNS atau honorer menjadi penting di masa pandemi. Karena selama pembelajaran jarak jauh (PJJ), sumber penghasilan mereka berkurang lantaran tenaganya dibayar sesuai dengan jumlah jam mengajar.

Setelah kelar urusan BSU, menurut Direktur Pendidikan Vox Populi Institute Indonesia, pekerjaan rumah Kemdikbud selanjutnya adalah membenahi tata kelola guru. Hal itu penting untuk peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Terutama pada distribusi dan peningkatan kapasitas guru yang belum merata.

Mengutip data Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud, Indra menyebut, jumlah siswa jenjang pendidikan dasar dan menengah di Indonesia bertumbuh sebesar 17 persen sejak tahun 1999 dan guru pegawai negeri sipil (PNS) sebesar 23 persen.

“Yang mengejutkan adalah pertumbuhan guru honorer yang mencapai angka 860 persen. Hal itu menunjukkan, pertumbuhan jumlah guru yang jauh lebih besar dari pertumbuhan jumlah siswa,” ujarnya.

Kondisi itu, lanjut Indra, membuat rasio guru berbanding siswa di Indonesia menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Bahkan angka itu jauh diatas negara-negara maju.

“Besarnya jumlah guru akan berdampak pada anggaran. Sebuah kajian dari Bank Dunia menunjukkan bahwa rasio guru berbanding siswa berpengaruh pada besarnya anggaran. Namun, hal itu tidak berpengaruh pada hasil pembelajaran apabila jumlahnya dibawah 1 berbanding 32,” katanya.

Disebutkan, saat ini Indonesia berada pada rasio jumlah guru dengan jumlah siswa sebesar 1 berbanding 1. Sedangkan rata-rata dunia berada pada rasio 1 berbanding 22.

Sementara itu, kata Indra, hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) juga belum menunjukkan hasil yang baik. Data Kemdikbud 2019 mencatat, rerata nilai UKG guru tingkat SD sebesar 54,8 persen, SMP 58,6 persen, SMA 62,3 persen dan SMK 58,4 persen.

“Semuanya berujung pada rendahnya mutu pendidikan Indonesia yang tampak pada skor PISA,” ujarnya.

Ditambahkan, saat ini pemerintah bersama DPR sedang menyusun peta jalan pendidikan Indonesia sebagai dasar revisi Undang Undang Sistem Pendiikan Nasional. Diharapkan, pembenahan tata kelola guru dan tenaga kependidikan menjadi prioritas dalam program pembangunan SDM unggul. (Tri Wahyuni)