
JAKARTA (Suara Karya): Perkara sengketa tanah atas hak waris antara kakak beradik yakni Soerjani Sutanto dan adik Haryanti Sutanto masih berlanjut di pengadilan negeri Jakarta Selatan.
Dalam hal ini pihak penggugat adalah sang adik, Haryanti Sutanto bersama tim kuasa hukum JJ Amstrong Sembiring, dengan staf advokat Julianta Sembiring dan Ratna Herlina Suryana menghadirkan saksi ahli Saharuddin Daming.
Untuk diketahui secara singkat, sang adik melakukan gugatan karena adanya sertifikat diterbitkan dengan berdasarkan akta hibah yang berasal akta kuasa mutlak, karena akta kuasa mutlak dilarang hukum karena dinilai sebagai bentuk penyelundupan hukum maka tak heran tanpa persetujuan sang adik. Hingga pada akhirnya SHGB dibuat oleh tergugat menjadi SHM. Dan SHM nya bodong karena tanpa alas hak dan hasil kongkalikong antara oknum pengacara, oknum Notaris/PPAT dan oknum BPN.
Dalam sidang hari ini tadi siang didatangkan sebagai ahli hukum perdata yaitu Saharuddin Daming yang juga merupakan mantan anggota Komnas HAM periode 2007 – 2012 menyampaikan beberapa hal penting di ruang sidang 4, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Lantas, kepada awak media ia menjelaskan persoalan hak waris atas tanah orang tua sesungguhnya bersifat merata.
“Ada pihak yang serakah gitu ya karena nyata nyata ya dalam hukum waris Indonesia, terutama yang berlaku yang diatur dalam UU perdata itu sederhana sekali sifatnya inklusif artinya itu bagi rata,” kata Saharuddin Daming, di PN Jakarta Selatan, Selasa 23 Mei 2023.
Kemudian, Saharuddin di dalam proses persidangan sempat dilecehkan karena dirinya adalah tuna netra. Namun, Saharuddin tidak menghiraukan pernyataan tim kuasa hukum tergugat.
Meskipun demikian, Saharuddin menjelaskan bahwa dalam persoalan perebutan hak waris hingga sampai ke pengadilan sebetulnya masalah yang mudah ditebak, yakni adanya keserakahan satu pihak. Diduga, pihak tergugat dalam hal ini sang kakak, Soerjani Sutanto tidak mau berbagi dengan adiknya dan bahkan ingin menguasai sendiri.
“Nah ini yang menjadi soal karena ada salah satu pihak dalam perkara ini yang tidak bersedia sama sekali berbagi dengan ahli waris lainnya. Dalam teori pelaku itu jelas adalah ketidakadilan,” lanjut Saharuddin.
Tidak sampai disitu, dalam persidangan yang berlangsung selama hampir 2 jam itu tim kuasa hukum tergugat Soerjani Sutanto yaitu Law Firm Taripar Simanjuntak Cs membawa alat bukti berupa sertifikat hak milik tanah warisan. Namun, menurut Saharuddin Daming sertifikat itu bodong.
“Sertifikat bodong, ya. Bodong kenapa sertifikat bodong karena dibuat dari dari perjanjian hibah yang sama sekali tidak melibatkan ahli waris lainnya? Dan juga akta hibah sebagai alas hak dasar penerbitan sudah tidak bersifat menentukan lagi berdasarkan putusan PK no 214 tahun 2017. Selain itu akta hibah yang dibuat oleh notaris/PPAT Soehardjo Hadie Widyokusumo dengan berdasarkan akta kuasa mutlak yang telah dilarang secara hukum.
“Sehingga Bukti yang saya sebut itu sebagai alat bukti abal abal, alat bukti yang sarat dengan rekayasa alat bukti yang bisa disebut penyeludupan hukum memperkosa hak hak Penggugat secara fundamental.”
Sempat pengacara pihak tergugat Taripar Simanjuntak melecehkan ahli karena disabilitas tunanetra lulusan S-1 fakultas hukum Universitas Hasanuddin, S-2 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, S-3 Doktor Hukum Universitas Hasanuddin dan merupakan Doktor hukum tunanetra Pertama di Indonesia dan juga seorang tuna netra yang pertama menjadi Anggota Komnas HAM Republik Indonesia.
Dalam sidang yang digelar tadi siang kuasa hukum soerjani sutanto taripar simanjuntak seperti mengejek mengatakan bahwa saya mau menunjukkan sesuatu tapi anda tidak bisa baca sambil menunjukkan gestur tangan yang menunjuk-nunjuk”
Sementara itu, Kuasa Hukum dari Haryanti Sutanto, JJ Amstrong Sembiring menegaskan sertifikat hak milik (SHM) nomor 1152 yang diterbitkan oleh BPN didalam agenda keterangan ahli sudah terang benderang bahwa sertifikat tersebut bodong.
“Bodong ya, Karena kenapa saya katakan sertifikat bodong karena sertifikatnya itu tidak mempunyai alas hak,”kata Amstrong usai sidang.
Sidang perkara tersebut no 701/pdt/G/2022/PN Jakarta Selatan.
Dan sidang perkara ini di pimpin oleh Hakim Ketua Agus Tjahyo Mahendra dengan Hakim Anggota Muhammad Remdes dan Bawono Effendi serta Panitera Pengganti Yunita
Amstrong menjelaskan, seperti yang dijelaskan dalam agenda keterangan ahli pada saat sidang berlangsung dasar penerbitan itu dengan jelas dan gamblang tidak mempunyai alas hak.
“Jadi saya meminta, kepada pihak menteri BPN ya untuk konsen dan peduli bahwa pada kenyataan di tingkatan level kantor pertanahan Jakarta Selatan, sampai bahkan di lingkungan kantor Kementerian ATR/BPN itu pada kenyataannya masih banyak oknum oknum-oknum Mafia Tanah,” kata Amstrong yang merupakan mantan capim KPK periode 2019-2023. (Pram)