Siswa Berkebutuhan Khusus juga Bisa Berprestasi di Olahraga

0

JAKARTA (Suara Karya): Guna memberi motivasi kepada siswa berkebutuhan khusus, Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas) Kemdikbud menggelar webinar bertajuk “Bincang Prestasi: Sehat, Sportif, dan Talentaku untuk Indonesia Tangguh” pada Sabtu (25/9/21).

Webinar menampilkan atlet-atlet berkebutuhan khusus yang berprestasi di ajang nasional dan internasional. Karena diyakini, jika dilatih secara benar dan diberi akses untuk berkompetisi, siswa berkebutuhan khusus juga bisa berprestasi dalam bidang olahraga.

Para atlet itu adalah peraih medali emas Special Olympics World Games 2011 di Athena, Stephanie Handojo; juara 1 kompetisi Invitation Spesial 5-A Side Football Championship 2019 di India yaitu Nuria Oki Rahmadani dan Yuanita Hidayati; peraih 2 medali emas Paralimpiade Tokyo 2020, Leani Ratri Oktila; dan Marini, staf Kemenpora yang juga finalis Pekan Olahraga Nasional (PON) 2004 dan 2008 Cabang Atletik, Nomor Lontar Martil.

Kelima narasumber tersebut berbagi kisah inspiratif sekaligus memotivasi seluruh anak Indonesia berkebutuhan khusus yang ingin berkarya dan meraih prestasi.

Stephanie Handojo adalah penyandang down syndrome yang memiliki segudang prestasi di bidang olahraga. Ia tak saja tercatat sebagai atlet renang, tetapi juga bowling. Ia sudah sering mewakili Indonesia di ajang Special Olympic (SO) International.

Beberapa prestasi Stephanie antara lain peraih medali emas SO Singapore National Games 2009, medali emas SO Indonesia National Games 2010, SO World Games Athens 2011, medali emas SO Regional Games Australia 2013, serta peraih medali emas dan perak dalam Asia Ten Pin Bowling 2018 di Manila, Filipina.

Stephanie menuturkan, perjuangannya dalam meraih prestasi berkat dukungan orang tua dan orang-orang di sekitarnya. Ia sempat trauma melihat air, karena pernah tenggelam saat ikut lomba renang pada usia 12 tahun. Namun ibunda Stephanie, Maria tak putus memotivasi putrinya agar kembali berenang.

“Saya terus beri semangat agar ia mampu mengatasi traumanya dengan air. Setelah 4 bulan, Stephanie terlihat mulai percaya diri dan kembali berlatih renang secara rutin,” ujar Maria.

Selain sibuk berlatih, Stephanie menghabiskan waktu luang merajut dan memasak. Ia juga aktif menjadi narasumber di berbagai webinar dan organisasi kepemudaan.

Dalam webinar itu, ia berpesan agar semua pihak mau membuka diri untuk memberi respek kepada anak-anak berkebutuhan khusus. “Biarkan saya menang. Tapi jika saya tidak bisa menang, biarkan saya berani untuk mencoba,” ujar Stephanie.

Turut berbagi inspirasi dua siswa SLB Ma’arif Muntilan, Jawa Tengah, yaitu Yuanita Hidayati dan Nuria Oki Rahmadani. Mereka berhasil meraih juara 1 dalam Kompetisi Invitation Spesial 5-A Side Football Championship tahun 2019 di India, beserta siswa berkebutuhan khusus lainnya dari Provinsi Jawa Tengah.

Kepala SLB Ma’arif Muntilan, Sugiranto, mengatakan, pihak sekolah memberi dukungan sesuai potensi dan kompetensi yang dimiliki peserta didik. Misalkan Yuanita, yang sebenarnya adalah atlet sprinter di Jawa Tengah, yang sering meraih juara di nomor lari 80 meter.

“Dari kebiasaan lari itu, otot-ototnya sudah terlatih, kemudian ia menyukai bola. Lalu, kami ajarkan bermain bola,” katanya.

Untuk Nuria Oki Rahmadani, sebelumnya kurang memiliki rasa percaya diri karena kondisi keluarganya yang broken home. Ia hidup terpisah dari kedua orang tuanya. “kita bantu mengembangkan potensinya. Meski memiliki keterbatasan, tetap kami dukung,” ujar Sugiranto.

Kisah inspiratif lain datang dari peraih 2 medali emas dan 1 medali perak di ajang Tokyo Paralympics 2020, yaitu Leani Ratri Oktila. Ia bermain di 3 nomor sekaligus untuk cabang parabadminton, yaitu ganda campuran, ganda putri, dan tunggal.

Karena prestasinya itu, Ratri mendapat julukan sebagai Ratu Parabadminton. Ratri yang berlatih badminton sejak usia 7 tahun itu sebelumnya adalah atlet badminton. Ia mengalami kecelakaan pada 2011, dan tidak berpikir akan melanjutkan kariernya sebagai atlet.

“Saya harus berdamai dengan diri sendiri dulu, karena kondisi terpuruk saat itu. Tapi pelan-pelan saya mulai bisa bangkit kembali,” tuturnya.

Dalam webinar itu, hadir Marini, staf Kemenpora dan Finalis Pekan Olahraga Nasional (PON) 2004 dan 2008 cabang atletik, nomor lontar martil. Marini juga menjadi pelatih dan pendamping anak-anak berkebutuhan khusus bidang olahraga.

Ia bercerita, ketertarikannya dengan anak berkebutuhan khusus dimulai saat ia masih menjadi mahasiswa di Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Jakarta (UNJ). “Suatu hari saya melihat ada pembinaan untuk atlet-atlet Special Olympic DKI yang latihan setiap hari Sabtu. Di situ saya tertarik, bagaimana cara berada di antara mereka untuk menjadi pelatih,” katanya.

Pada 2003, Marini menjadi pelatih anak-anak berkebutuhan khusus, sampai akhirnya mendapat kesempatan untuk mendampingi mereka di ajang World Summer Game di Shanghai pada 2007.

Menurutnya, setiap anak berkebutuhan khusus butuh ruang dan kesempatan untuk membuktikan bahwa mereka bisa. “Tiga kata. Kita pasti bisa!” ujar Marini.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Pusat Prestasi Nasional, Asep Sukmayadi mengatakan, lewat KOSN 2021 bidang pendidikan khusus, para peserta didik berkebutuhan khusus bisa mencoba untuk menemukenali bakat mereka di bidang olahraga. .

Mereka juga diharapkan bisa termotivasi dari webinar “Bincang Prestasi” dengan mendengarkan para narasumber yang berbagi pengalaman, cerita, dan inspirasi. “Mudah2-mudahan dalam waktu 5-10 tahun ke depan, adik-adik kita bisa menjadi penerus pahlawan olahraga di ajang internasional,” kata Asep.

Ditambahkan, Kemdikbudristek juga sudah berkoordinasi dengan Kemenpora mengenai desain besar olahraga nasional dan berbagi peran dengan lembaga lain. Disebutjan, antara lain menetapkan target untuk mengidentifikasi talenta di bidang olahraga terutama bidang pendidikan khusus.

“Kami sudah menetapkan jumlahnya hingga 4 tahun ke depan. Mereka akan dibina menjadi calon atlet agar prestasinya terus berkembang dan menjadi sumber talenta olahraga bangsa Indonesia,” katanya. (Tri Wahyuni)