JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah Indonesia sebaiknya dapat meniru langkah progresif Pemerintah Malaysia yang mempertimbangkan penghapusan hukuman mati terhadap semua jenis tindak pidana. Hal itu perlu dilakukan, agar mencegah semakin memburuknya dampak destruktif dalam penjatuhan hukuman mati.
Pernyataan tersebut, dikemukakan Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara Suwahju, dalam keterangan tertulisnya, kepada suarakarya.co.id, Rabu (15/11/2018).
ICJR mengkritik langkah pemerintah melalui rancangan KUHP yang berencana menambah jumlah tindak pidana yang diancamkan dengan hukuman mati. KUHP yang berlaku saat ini, setidaknya hanya memuat 9 rumusan pasal yang mencantumkan pidana mati.
Namun, dalam draf RKUHP, ICJR mencatat terdapat sebanyak 37 rumusan pasal yang dapat dijatuhi hukuman mati.
ICJR berharap Pemerintah Indonesia melakukan evaluasi menyeluruh terhadap eksekusi hukuman mati. Salah satunya untuk mengetahui sejauh mana dampaknya terhadap angka kriminalitas, khususnya untuk kasus narkotika.
Evaluasi juga perlu dilakukan untuk melihat kasus per kasus yang di dalamnya terdapat dugaan pelanggaran hak atas peradilan yang adil (fair trial).
“Evaluasi penting dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam penjatuhan hukuman mati karena nyawa yang sudah direnggut jelas tidak dapat dikembalikan lagi,” kata Anggara.
Sebelumnya, Pemerintah Malaysia mengkaji penghapusan hukuman mati, dan moratorium bagi para terpidana.
Pernyataan tersebut disampaikan menteri bagian hukum di Departemen Perdana Menteri Datuk Liew Vui Keong, sebagaimana diwartakan The Star, Rabu (10/10/2018).
“Nantinya, hukuman mati bakal dihapus. Karena itu segala eksekusi hendaknya jangan dilaksanakan,” terang Liew saat hadir di Fakultas Hukum Universitas Malaya.
Jika proses penghapusan hukuman mati tersebut berjalan lancar, maka Malaysia akan menjadi satu dari sedikit negara di Asia Tenggara yang telah menghapus hukuman mati di sistem hukumnya, yaitu Timor Leste, Kamboja, dan Filipina. (Gan)