Soal Kurikulum Prototipe, FSGI: Guru dan Siswa Bukan Kelinci Percobaan!

0

JAKARTA (Suara Karya): Stigma ganti Menteri ganti kurikulum juga terjadi di era Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim. Meski kerap mengelak, namun regulasi yang dikeluarkan terlihat ada pergantian kurikulum nasional.

Kedua regulasi itu adalah Permendikbud RI No 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus (darurat) dan Kepmendikbudristek No 371 Tahun 2021 tentang Program Sekolah Penggerak, yang banyak berisi penjelasan seputar Kurikulum Prototipe.

Publik menganggap kurikulum yang terbungkus dalam Permendikbud dan Kepmendikbudristek itu adalah kurikulum baru. Meski Nadiem berdalih jika kurikulum itu bersifat opsional untuk sekolah penggerak saja atau sekolah yang siap, bukan sebagai kurikulum nasional.

“Dalih Mendikbudristek itu justru membahayakan pendidikan nasional, karena ada ketidakpastian. Sekolah bingung, mana yang lebih baik dari dua kurikulum itu. Masyarakat juga khawatir kalau sekolah anaknya belum menerapkan kurikulum Prototipe,” kata Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo dalam siaran pers, Jumat (28/1/22).

Heru juga mempertanyakan anggaran kurikulum Prototipe yang sangat besar. Data menunjukkan ada 2.500 Sekolah Penggerak (SP) dan 18.800 Guru Penggerak (GP) yang ikut ujicoba kurikulum Prototipe pada 2021. Dana dialokasikan Rp2,86 triliun.

“Dana itu jauh lebih besar dibanding anggaran ujicoba Kurikulum 2013 sebesar Rp1.46 triliun untuk 6.326 sekolah dan pelatihan guru secara besar-besaran. Alasannya, anggaran kurikulum Prototipe lebih besar karena sekolah penggerak mendapat dukungan dana khusus,” ujarnya.

Data juga menyebutkan ada 40.000 Sekolah Penggerak dan 405.000 Guru penggerak yang menjalankan Kurikulum Prototipe pada 2024. Hal itu menjadi dasar kuat bagi Kemdikbudristek untuk menerapkan kurikulum Prototipe pada 400.000 sekolah, termasuk bukan Sekolah Penggerak.

“FSGI mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut mengawasi penggunaan anggaran pada kurikulum Prototipe yang hampir mencapai angka Rp3 triliun,” ucapnya.

Hal senada dikemukakan Wakil Sekjen FSGI, Mansur. Opsi penerapan Kurikulum Darurat secara bebas pada awal pandemi tidak tepat diterapkan untuk Kurikulum Prototipe. Karena kurikulum darurat hanya memilih materi esensial dari Kurikulum 2013 (K-13). Sedangkan kurikulum Prototipe memiliki paradigma baru, yang berbeda dari kurikulum darurat.

Karena itu, menurut Mansur, jika kurikulum Prototipe diterapkan secara optional, apakah ada jaminan kurikulum tersebut berlanjut setelah 2024. Jika tidak, hal itu akan sia-sia dan memboroskan uang negara. Padahal, Indonesia butuh dana besar untuk menyelamatkan bangsa dari pandemi.

Hal lain yang dipertanyakan Mansur adalah tidak ada uji publik yang memadai dan transparansi dalam penerapan kurikulum Prototipe.

“Layaknya sebuah kebijakan strategis yang berdampak luas, harusnya punya naskah akademik yang komprehensif. Ada kajian yang terpublikasi dengan baik dan uji publik. Kurikulum Prototipe tidak punya itu semua,” ujarnya.

Ada dugaan, menurut Mansur, kurikulum itu hanya dipahami dan dibuat oleh komunitas tertentu untuk diterapkan pada komunitas yang diciptakan dengan istilah “Penggerak” dengan perlakuan kelebihan khusus.

Selain itu, lanjut Mansur, terjadi perubahan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Kurikulum prototipe dibuat untuk mencapai Profil Pelajar Pancasila. Capaian itu dibangun atas Peraturan Pemerintah (PP) No 57 tahun 2021. Kerangka Dasar kurikulum, Struktur Kurikulum dan capaian Pembelajaran telah dirumuskan.

Ironisnya, Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2021 tentang Standar nasional pendidikan (SNP), setelah uji publik di ubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2022 tentang Perubahan SNP. Perubahan yang cukup mendasar pada Pasal 36-37 Kerangka Dasar dan Struktur kurikulum yang memuat profil pelajar Pancasila.

Penambahan ayat 1a yang berbunyi: (1a) Khusus untuk muatan pembelajaran Pancasila, penetapan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah berkoordinasi dengan badan yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pembinaan ideologi Pancasila. Ini diperkuat lagi pada Pasal 40 ayat (2) ada penambahan mata pelajaran wajib Pendidikan Pancasila. Koordinasi ini harus dilakukan sekarang, jika tidak maka pada tahun 2024 berpotensi untuk di ubah atau dibatalkan.

Wakil Sekjen FSGI, Fahriza Tanjung menambahkan, karakteristik Kurikulum Prototipe dengan profil pelajar Pancasila memiliki Kerangka Dasar dan struktur yang berbeda dengan K-13. KI-KD dan KKM telah diganti Capaian Pembelajaran Tahunan atau Fase. Penggabungan IPA dan IPS di SD hingga penghilangan istilah jurusan di SMA.

Fleksibilitas guru dalam melakukan pembelajaran sesuai keragaman kompetensi siswa adalah sesuatu yang fresh dan tidak ada dalam kurikulum sebelum-sebelumnya.

“Seharusnya tidak boleh ada 2 kurikulum yang sangat berbeda dalam kurun waktu yang terlalu lama. Jika berhasil akan menimbulkan gap yang terlalu jauh antar sekolah yang menerapkan K13 dengan sekolah yang menerapkan kurikulum Prototipe, sehingga hal itu berpotensi menimbulkan kegaduhan,” ujar Fahriza.

Ia juga menyoal data monitoring dan evaluasi K-13 yang dilakukan sejak 2019 oleh Kemendikbud hingga kini belum di publish ke publik secara transparan dan akuntabel. Padahal hasil kajian maupun monev tersebut sangat penting dan menjadi dasar ilmiah bagi pergantian ataupun perubahan kurikulum 2013.

Konsep pendidikan dan implementasi kurikulum Prototipe yang dirancang Kemdikbudristek sebenarnya memberi harapan besar, sekaligus tantangan yang sangat kompleks pada perubahan kebijakan Pendidikan menuju Paradigma Baru. Namun jika diberlakukan secara optional, maka efektivitas dan keberlanjutannya tidak akan maksimal.

“Jangan sampai kurikulum prototipe yang tidak berjalan baik di sekolah yang ditunjuk atau tidak memenuhi tahapan maupun fase capaian pembelajaran, lalu menjadi alasan mudah untuk membatalkannya kembali,” katanya.

Ditambahkan, sejatinya kebijakan pendidikan harus jelas, pasti dan terencana secara sistematis. Bukan berubah-ubah tanpa kajian perencanaan jelas, tidak transparan, sehingga sulit di akses publik. “Jangan jadikan guru dan peserta didik sebagai kelinci percobaan kebijakan yang tidak jelas,” ucapnya.

FSG menawarkan tiga rekomendasi yaitu Mendikbudristek harus berani memutuskan secara tegas penggunaan Kurikulum Prototipe berlaku untuk seluruh sekolah di Indonesia pada tahun ini. Karena terlalu jika diterapkan secara menyeluruh pada 2024. Jika tidak, hal itu berpotensi merugikan keuangan negara.

FSGI juga meminta perubahan sistem seleksi di Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT), agar uji coba kurikulum Prototipe berhasi seiring dengan proses pembelajaran dan pengalaman belajar peserta didik. Jangan sampai peserta didik dirugikan, karena seleksi PTN masih berbasis kognitif semata.

FSGI mendorong KPK mengawasi penggunaan anggaran kurikulum p
Prototipe yang mencapai hampir Rp3 triliun mulai dari perencanaan, ujicoba, uji publik, proses penerapan sampai monitoring dan evaluasinya. Guna menghindari kerugian negara dan harapan masyarakat akan endidikan berkualitas dan berkeadilan tidak akan sia-sia. (Tri Wahyuni)