Solar Subsidi Jadi Bancakan Mafia, Pemerintah Diminta Bertindak Tegas

0

JAKARTA (Suara Karya): Bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis solar dituding menjadi bancakan para mafia. Karena disparitas harga yang jauh lebih murah dibandingkan harga normal, solar subsidi ini sering diselewengkan dan di jual kepada industri.

Minyikapi kondisi tersebut, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria, meminta pemerintah menyatakan perang terbuka terhadap mafia solar subsidi. Karena, sepak terjang mereka telah membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dikatakan Sofyano, harga solar dijual di stasiun pengisian bahan bakar umum Rp 6.800/liter sedangkan harga solar non subsidi untuk industri dijual rata-rata di kisaran Rp 18.000/liter. Selisih harga yang mencapai Rp 11.200 ini sangat menarik perhatian para mafia BBM untuk memperoleh solar bersubsidi dengan cara apapun.

“Jadi, sepanjang disparitas harga yang jauh berbeda, menjadikan BBM ini menjadi ladang basah para mafia,” kata Sofyano di Jakarta, Senin (7/3/2023).

Ironisnya, dengan “alasan” inflasi pemerintah seakan tidak berdaya mengurangi besaran subsidi pada solar, sehingga subsidi solar selalu menjadi beban pada APBN dan membuat pemerintah terengah-engah dengan beban itu.

“Seharusnya pemerintah secara tegas dan berkelanjutan menyatakan perang terbuka terhadap mafia BBM solar subsidi dan menjatuhkan sanksi yang berat kepada pelakunya,” katanya.

Dia mengungkapkan, pemerintah perlu segera meminta kepada BPH Migas agar mengoreksi ulang Keputusan Kepala BPH Migas Nomor 041/P3JBT/BPH Migas/Kom/2020 khusus terkait besaran volume solar subsidi untuk kendaraan motor (ranmor) roda 4 dan roda 6 angkutan orang dan barang agar dikurangi setidaknya sebanyak 25 persen dari ketentuan yang ada yakni 80 liter/hari dan 200liter/hari.

 

“Jumlah itu perlu dikaji secara akademis dan konfrehensif serta sesuai fakta yang ada dilapangan,” katanya.

 

Menurutnya, bagi pihak pihak tertentu , Dengan disparitas harga yang begitu lebar, maka ini bisa membuat lebih menarik membeli solar subsidi untuk dijual ke industri ketimbang digunakan buat operasional kendaraannya.

 

Truk roda 4 dan atau roda 6 kata dia, bisa saja dijadikan alat untuk bisnis jual beli solar subsidi. Sebagai contoh, jika memiliki 20 truk maka perhari bisa beli 4000 liter Solar Subsidi yang jika dijual ke industri setidaknya perhari bisa memperoleh untung minimal Rp 20 juta/hari.

 

Dikatakan Sofyano, tidak semua kendaraan angkutan barang atau penumpang pasti menghabiskan solar 80 liter/hari atau sebanyak 200 liter/hari pada mobil roda 6 . Karenanya pemerintah harus mengkoreksi ulang ketentuan yang berlaku umum ini yang ditetapkan BPH Migas , sehingga penggunaan solar subsidi bisa lebih tepat penggunaannya. (Pram)