Tahun Depan Penerimaan Siswa Baru Tak Lagi Pakai Model PPDB

0

JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan menghapus model penerimaan peserta didik baru (PPDB) lewat seleksi nilai ujian nasional. Pembagian sekolah akan ditentukan lewat sistem zonasi yang melibatkan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS).

“Jadi, tahun depan orangtua tak perlu sibuk mencari sekolah buat anaknya. Dalam sistem zonasi, anak sudah tahu akan bersekolah dimana setelah lulus,” kata Mendikbud Muhadjir Effendy dalam Rakor Pengembangan Zonasi untuk Pemerataan Kualitas Pendidikan Tahun 2018 Region II, di Jakarta, Senin (17/9).

Muhadjir menjelaskan, sistem zonasi merupakan puncak dari kebijakan pembenahan sistem persekolahan. Setelah diawali dengan beberapa langkah penyesuaian, tahun ini kebijakan zonasi memerlukan kerja sama semua pihak, khususnya pemerintah daerah.

“Kami harap kebijakan zonasi dapat dipahami secara baik oleh para pengambil kebijakan di daerah. Ini dilakukan karena pusat semakin percaya pada pemerintah daerah dalam mengelola pendidikannya,” ucap Muhadjir.

Hal itu tercermin dalam rencana alokasi transfer daerah pada anggaran fungsi pendidikan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2019 yang makin besar jumlahnya. Dana yang besar itu diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan.

Muhadjir menyebutkan, pihaknya telah menyiapkan sekitar 1.900 zona di seluruh Indonesia. Untuk itu, ia meminta pada peserta rakor yang menjadi perwakilan pemerintah daerah agar menetapkan zona persekolahan di wilayah masing-masing.

“Kami minta Pemda untuk bersama-sama mengklarifikasi apakah zona yang ditetapkan itu sesuai dengan fakta di lapangan. Selanjutnya, kita lakukan lagi penyesuaian agar hasilnya lebih baik. Ke depan, semua masalah pendidikan akan menggunakan pendekatan sistem zonasi,” katanya.

Mendikbud berharap Dinas Pendidikan dapat memulai pendataan siswa dan mengukur ketersediaan ruang belajar dan fasilitas pendidikan di tiap zona. Sehingga tidak perlu lagi ada pendaftaran siswa di awal tahun ajaran seperti tahun-tahun sebelumnya.

“Peran Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) untuk menentukan kapasitas di tiap zona. Guru Bimbingan Konseling (BK) juga berperan penting dalam memberi pembinaan siswa akan mau melanjutkan ke mana, memilih SMA atau SMK pada bidang apa,” ujarnya.

Mendikbud juga berpesan pada peserta rakor, agar sekolah sebagai layanan publik tidak boleh lagi dikompetisikan secara berlebihan, tidak boleh dieksklusifkan untuk kalangan tertentu, dan tidak boleh ada praktik diskriminasi.

“Sistem zonasi ini diharapkan dapat mengurangi praktik-praktik tidak baik dalam penerimaan peserta didik baru,” kata Muhadjir menandaskan.

Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini juga optimistis wajib belajar 12 tahun dapat segera terwujud jika penerapan sistem zonasi berjalan baik. Sistem zonasi dapat menjadi landasan yang kokoh bagi pencanangan target nasional tersebut.

“Sistem zonasi telah diterapkan lama oleh vanyak negara maju. Dan itu dapat mendorong anak untuk belajar baik di jalur formal maupun non-formal. Nantinya lembaga pendidikan non-formal akan dimasukan dalam zona sebagai salah satu pilihan,” katanya.

Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Supriano mengatakan, rakor digelar agar kebijakan sistem zonasi bisa diterapkan secara nasional mulai 2019. Kesempatan itu juga dimanfaatkan untuk pembahasan potret pendidikan di daerah, peta sebaran satuan pendidikan nominasi di pusat zona dan proses manajemen pembuatan zona.

“Materi diberikan antara lain kebijakan terkait pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan Kemendikbud Tahun 2018, Data Pokok Pendidikan (Dapodik) untuk kebijakan zonasi, dan konsep pengembangan zonasi, klasifikasi sekolah pusat zona dan peta sebaran sekolah pusat zonasi,” tuturnya. (Tri Wahyuni)