Tak Hanya Hijau, Sekolah di Zona Kuning Kini Boleh Gelar Tatap Muka

0
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim.(Suarakarya.co.id/Tri Wahyuni)

JAKARTA (Suara Karya): Sekolah di zona kuning kini diizinkan untuk menggelar pembelajaran tatap muka, namun dengan syarat menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat. Jika nantinya ada siswa yang terindikasi positif corona virus disease (covid-19), maka sekolah tersebut akan ditutup kembali.

“Sekolah yang boleh dibuka hanya untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, dengan pertimbangan risiko kesehatan untuk kelompok umur tersebut tidak berbeda,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim dalam taklimat media tentang ‘Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19’ secara daring, Jumat (7/8/20).

Untuk jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), lanjut Nadiem, pembelajaran tatap muka baru bisa dilakukan 2 bulan setelah pembukaan kelas untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Kebijakan yang sama juga berlaku, jika ada anak yang terindikasi positif covid-19.

Mendikbud menjelaskan, pembukaan kembali sekolah meluas dari zona hijau ke kuning mempertimbangkan masukan dari para ahli dan hasil evaluasi dalam tiga bulan terakhir ini. Kebijakan tersebut merujuk pada Surat Keputusan Bersama 4 Menteri terkait pembelajaran di zona selain merah dan oranye.

Data per 3 Agustus 2020 yang dikutip dari http://covid19.go.id disebutkan, ada sekitar 57 persen peserta didik di zona merah dan oranye. Dan sekitar 43 persen peserta didik berada di zona kuning dan hijau.

“Untuk sekolah di daerah zona merah dan oranye dilarang melakukam pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan. Mereka tetap melanjutkan belajar dari rumah (BdR),” katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, kondisi pandemi covid-19 tidak memungkinkan bagi sekolah untuk menggelar kegiatan belajar mengajar secara normal. Sejak awal Maret 2020, ratusan ribu sekolah ditutup untuk mencegah penyebaran covid-19. Sekitar 68 juta siswa harus belajar dari rumah dan 4 juta guru harus mengajar dari jarak jauh.

Mendikbud menyebutkan sejumlah kendala dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), antara lain kesulitan guru dalam mengelola PJJ dan masih fokus pada penuntasan kurikulum. Selain itu, tidak semua orang tua mampu mendampingi anak-anaknya belajar di rumah secara optimal karena harus bekerja ataupun sebagai pendamping belajar anak.

“Para siswa juga kesulitan konsentrasi saat belajar dari rumah. Kondisi itu menimbulkan rasa jenuh yang berpotensi menimbulkan gangguan pada kesehatan jiwa. Karena itu, kami putuskan untuk membuka kelas di zona kuning agar kondisi semacam itu tidak semakin parah,” ucapnya.

Nadiem menegaskan, prosedur pengambilan keputusan pembelajaran tatap muka tetap dilakukan secara bertingkat seperti pada SKB sebelumnya. Pemda/kantor/kanwil Kemenag dan sekolah memiliki kewenangan penuh untuk menentukan apakah daerah atau sekolahnya dapat mulai melakukan pembelajaran tatap muka.

“Jadi bukan berarti ada di zona hijau atau kuning, sekolah wajib tatap muka kembali ya. Pembukaan sekolah tetap mengacu pada keputusan bersama antara pemda, sekolah dan orangtua,” ujarnya.

Penentuan zonasi daerah mengacu pada pemetaan risiko daerah yang dilakukan oleh satuan tugas penanganan covid-19 nasional, yang dapat diakses pada laman https://covid19.go.id/peta-risiko.

Berdasarkan pemetaan tersebut, zonasi daerah dilakukan pada tingkat kabupaten/kota. Kecuali untuk pulau-pulau kecil, zonasinya menggunakan pemetaan risiko daerah yang dilakukan oleh satgas penanganan COVID-19 setempat.

Soal pembelajaran praktik di sekolah menengah kejuruan (SMK), Mendikbud menyatakan, pelaksanaan pembelajaran praktik bagi peserta didik SMK diperbolehkan di semua zona dengan wajib menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Pertimbangannya, embelajaran praktik adalah inti keahlian dari SMK.

Ditambahkan, madrasah dan sekolah berasrama di zona hijau dan kuning dapat membuka asrama dan pembelajaran tatap muka secara bertahap sejak masa transisi. Kapasitas asrama dengan kapasitas kurang dari 100 orang, diputuskan 50 persen di bulan pertama dan sisanya di bulan kedua. Selanjutnya menjadi total 100 persen pada masa kebiasaan baru.

Jika kapasitas asrama lebih dari 100 orang, pada masa transisi bulan pertama 25 persen, bulan kedua 50 persen, kemudian memasuki masa kebiasaan baru pada bulan ketiga 75 persen dan bulan keempat 100 persen.

Evaluasi akan selalu dilakukan dengan mengutamakan kesehatan dan keselamatan. Dinas pendidikan, dinas kesehatan provinsi atau kabupaten/kota, bersama kepala satuan pendidikan akan terus berkoordinasi dengan gugus tugas percepatan penanganan covid-19. Hal itu untuk memantau tingkat risiko covid-19 di daerah.

“Jika terkonfirmasi positif covid-19, atau tingkat risiko daerah berubah menjadi oranye atau merah, satuan pendidikan wajib ditutup kembali,” kata Nadiem menegaskan. (Tri Wahyuni)