Suara Karya

Tak Juga Dihadirkan di Persidangan, Pengacara Sebut Ini Rugikan Kliennya

Kuasa Hukum Terdakwa Alex Wijaya (ki-ka) Efendi Lord Simanjuntak dan Dwi Rudatiyani. (Foto: suarakarya.co.id/Bayu Legianto)

JAKARTA (Suara Karya): Kasus dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan terdakwa Alex Wijaya dan NG. Meiliani sudah memasuki tiga kali masa persidangan. Tetapi, jaksa penuntut umum (JPU) Pengadilan Negeri Jakarta Utara, belum juga bisa menghadirkan para terdakwa di muka persidangan dengan berbagai dalih.

Penasihat hukum terdakwa, Dwi Rudatiyani mengatakan bahwa tidak dihadirkannya klien mereka di persidangan sangatlah merugikan. Sebab, jika sidang hanya dilakukan secara virtual, maka penyampaian fakta-fakta yang akan diberikan tidak bisa tersampaikan secara utuh.

“Sudah tiga kali majelis hakim memintata jaksa untuk menghadirkan para terdakwa di ruang sidang, tetapi dengan berbagai alas an, mereka tetap tidak juga bisa menghadirkannya. Padahal, saat dimuka persidangan, jaksa penuntut umum menyanggupi apa yang dimintakan oleh hakim tersebut.

“Majelis hakim meminta jaksa bukan hanya menghadirkan para terdakwa dalam persidangan daring, melainkan hadir dipersidangan tatap muka,” kata Dwi Rudatiyani, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (14/8/2021).

Advokat yang akrab disapa Ani ini juga menegaskan, kliennya harus dihadirkan di muka persidangan, supaya kebenaran hakiki atau kebenaran materiil terungkap dalam persidangan tersebut. Karena dari pihak saksi korban telah menuduh Klien kami yang dengan janji-janjinya, sehingga saksi Korban tertarik untuk melakukan investasi.

Dengan demikian lanjut dia, seolah-olah Alex Wijaya mengiming-imingi untuk Investasi. Padahal menurut Klien kami dan faktanya tidak pernah ada pertemuan-pertemuan tersebut.

“Tidak pernah ada pertemuan untuk penawaran investasi. Karena mereka dasarnya adalah utang piutang. Jadi saksi korban Netty Malini ini memberikan pinjaman kepada Klien kami Alex Wijaya. Tanpa sepengetahuan Anak Terdakwa, NG. Meiliani” kata Ani.

Menurut Ani, anak terdakwa tidak mengenal Netty Malini. Dia baru mengetahui nama itu pada saat verifikasi di PKPU. “Baru tahu bahwa itu ada utang dan judulnya juga pinjaman. Utang-piutang antara Netty Malini dan Alex Wijaya itu berbunga 2 persen,” katanya.

Dijelaskannya, kasus utang-piutang ini sebenarnya sudah ditandatangani dan diverifikasi, yang disertai putusan PKPU tentang kepailitan PT. Innopack yang dipimpin oleh Alex Wijaya, dan kepailitan pribadi. Dengan demikian, jika bisa dihadirkan para terdakwa di muka persidangan, maka Klien kami, Alex Wijaya dapat meyakinkan Majelis Hakim dengan keterangan dan pernyataan yang sebenar-benarnya kalau Alex Wijaya dan Putrinya (NG. Meiliani) bukan penipu atau sengaja menggelapkan uang (Netty Malini).

“Jadi, tidak pernah ada bujuk rayu, tidak pernah ada penipuan. Karena memang dia mengakui utang itu. Nah,  sekarang sedang proses lelang aset perusahaan dan aset pribadi oleh tim kurator untuk membayar utang-utang Terdakwa,” kata Ani.

Lebih jauh Ani mengatakan, dengan tiga kali ketidakhadiran Kliennya di dalam persidangan sejak 5 Agustus 2021  secara nyata, maka itu sangat merugikan pihaknya. Karena ketidakhadiran itu menjadikan suatu kebenaran kasus sulit diungkapkan pada persidangan.

“Tidak ada satu saksi-pun yang melihat transaksi bisnis antara saksi korban dan klien kami. Jadi keterangan dari Klien kami sangat diperlukan, dan dia harus dihadirkan nyata dipersidangan,” ujarnya.

Diketahui, seperti disampaikan tim penasihat hukum di persidangan bahwa draft yang dipakai sebagai iming-iming kepada Saksi Korban adalah Draft Akta RUPS PT. Innopack, dan itu secara tegas disangkal sendiri oleh Notaris Agnes Ninik Widjaja, yang diklaim telah mengeluarkan Draft tersebut. “Itu bukan produk kami,” kata Ani, seraya menirukan keterangan Notaris Agnes Ninik Widjaja pada persidangan lalu.

Untuk diketahui, dalam persidangan itu Jaksa Penuntut Umum Rumondang Sitorus, beralasan sulitnya menghadirkan para terdakwa di dalam ruang persidangan. Menurutnya, banyak aturan yang harus dijalankan, mengingat saat ini merupakan masa pandemi Covid-19, dimana kesehatan para tahanan harus melalui tes.

“Kami harus menyiapkan persyaratan untuk melakukan penjemputan para terdakwa untuk dihadirkan di muka persidangan. Kita juga sudah lapor ke Kejari Jakarta Utara, dan bukan sewenang-wenang kita mengambil.

Harus ada persuratan dengan Kejari Jakarta Utara, baru dikeluarkan. Dengan syarat kami harus menyiapkan pengawalan, kami harus menyiapkan satu mobil jemput, jadi semua harus persiapan yang sangat matang. Dan saya juga harus membawa dia harus pemeriksaan PCR dan Antigennya Yang Mulia,” dalih Jaksa. (Bayu)

Related posts