Terima 200 Ribu Maba, Minat ‘Fresh Graduate’ Masuk UT Makin Tinggi

0

JAKARTA (Suara Karya): Minat lulusan baru (fresh graduate) masuk Universitas Terbuka (UT) semakin tinggi. Dari 200 ribu mahasiswa baru (maba) pada penerimaan tahun ini, 70 persen berasal dari lulusan baru.

“Penerimaan mahasiswa baru UT tahun ini meningkat hingga 4 kali lipat dibanding tahun-tahun lalu. Yang mengejutkan, hampir 70 persen adalah lulusan baru,” kata Rektor UT, Prof Ojat Darojat disela perayaan Dies Natalis ke-38 UT di kampus Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Minggu (4/9/22).

Hadir dalam kesempatan itu, Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo dan Dewan Pengawasan UT, Prof Ainun Na’im.

Rektor UT berterima kasih kepada media yang ikut membantu membuka wawasan masyarakat tentang UT, yang juga berstatus sebagai perguruan tinggi negeri (PTN). Sehingga penerimaan mahasiswa baru tahun ini melonjak secara signifikan.

“Baru kali ini UT menerima mahasiswa baru hingga 144 ribu orang. Ditambah semester lalu jadi berjumlah lebih dari 200 ribu orang. Mereka mendaftar sendiri, bukan program pemerintah,” ucap Prof Ojat menegaskan.

UT menjadi pilihan kalangan muda karena proses pembelajarannya yang fleksibel, murah, tidak ribet dan tidak ada drop out (DO) seperti kampus lain. Sementara kualitas pendidikannya setara dengan PTN lainnya.

“Mendaftar kuliah di UT mudah sekali, karena tidak ada tes masuk. Cukup bawa ijazah sekolah menengah atas saja. Namun, dibutuhkan kemauan diri yang kuat karena belajar sendiri di rumah dari modul-modul pembelajaran yang diberikan UT. Setelah itu, bisa ikut ujian secara daring,” tuturnya.

Hal itu dibenarkan Bambang Soesatyo. Ia pernah mengambil S1 prodi ilmu hukum di UT beberapa tahun silam, namun saat mendaftar ulang datanya tidak hilan

“Saya tinggal meneruskan saja kuliah di UT yang sempat tertunda itu. Jadi, tidak mengulang lagi dari awal,” kata pria yang sebelumnya masuk UT sudah bergelar sarjana ekonomi itu.

Soal biaya kuliah di UT, Prof Ojat menyebut sangat murah untuk ukuran perguruan tinggi, yaitu Rp30 ribu per SKS (Satuan Kredit Semester). Jika mengambil 20 SKS per semester, maka biaya yang dikeluarkan sekitar Rp600 ribu.

“Biaya kuliah Rp600 ribu per semester untuk sekelas PTN itu sangat murah. Jadi, alasan tidak bisa kuliah karwna biaya mahal itu kurang tepat. Kan masih ada UT,” ucapnya.

Pandemi covid-19 yang mewajibkan semua siswa dan mahasiswa mengikuti kelas daring menjadi momentum bagi UT menjadi lebih dikenal masyarakat. Apalagi, kalangan muda yang tak asing dengan konsep pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Rektor UT Prof Ojat pun mengusulkan agar pemerintah menerapkan kebijakan ‘wajib kuliah’ bagi semua lulusan sekolah menengah. Bagi mereka yang tidak mampu secara mampu, disiapkan beasiswa belajar di UT.

“Karena biaya kuliah di UT lebih murah, maka dana beasiswa akan menjangkau lebih banyak orang. Hal itu akan berdampak pada peningkatan angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia. Saat ini masih sekitar 31 persen. Sementara negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia sudah diatas 40 persen,” ujarnya.

Untuk itu, Prof meminta dukungan politik kepada Ketua MPR RI Bambang Soesatyo terkait kebijakan wajib kuliah tersebut. Fleksibilitas dan biaya murah yang ditawarkan UT bisa menjadi solusi atas penerapan kebijakan tersebut.

“Dari data yang saya peroleh, setiap tahun ada sekitar 3,5 juta lulusan sekolah menengah atas. Dari jumlah itu, hanya 1,1 juta lulusan yang bisa lanjut kuliah. Sisanya bekerja, mencari kerja, menganggur di rumah. Saya sekali. Seharusnya waktu mereka dimanfaatkan untuk meningkatkan kompetensi agar mampu bersaing di dunia kerja ,” kata Prof Ojat menandaskan.

Pada kesempatan yang sama, UT meluncurkan aplikasi Sistem Informasi Perencanaan, Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban keuangan (SIPPP). Sistem informasi tata kelola yang terintegrasi dengan seluruh sumber daya di lingkungan UT. Sistem dikembangkan dengan arsitektur microservice.

“Adanya SIPPP, pengambilan keputusan bisa dilakukan secara cepat oleh manajemen karena informasi data tersedia secara real time. Selain hemat kertas, karena SIPPP mengaplikasikan output berupa dokumen digital,” ucap Prof Ojat.

Selanjutnya proses bisnis jauh lebih singkat karena sistem terintegrasi. Pengaplikasian teknologi kecerdasan buatan memungkinkan fungsi analitis semakin baik. Riset dan pengembangan teknologi immersive yang diterapkan pada SIPPP akan membawa terobosan dan inovasi dari konsep konvensional tata kelola dan proses pembelajaran di UT.

Seluruh aplikasi yang digunakan UT dalam mendukung pengelolaan ‘Digital Learning Ecosystem’ untuk pelayanan yang lebih baik kepada mahasiswa. Selain SIPPP, ada aplikasi Kerja Sama atau AKSARA. Untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di UT ada teknologi UT-Corpu. (Tri Wahyuni)