
JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah yang bergerak cepat (gercep) dalam penerapan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) No 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah.
Peraturan itu mendorong Pemda untuk memprioritaskan Guru Penggerak (GP) dalam mengisi posisi kepala sekolah (kepsek) dan pengawas.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Seksi (Kasi) Pendidik Tenaga Kependidikan (PTK) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandar Lampung, Supriatin menyebut saat ini baru ada 30 guru penggerak yang diangkat sebagai kepala sekolah dan pengawas di wilayahnya.
Pernyataan itu disampaikan Supriatin kepada tim Press Tour Kemdikbudristek di Kampus Universitas Negeri Lampung (Unila), Kota Bandar Lampung, Kamis (16/3/23).
Dalam kesempatan itu, ia didampingi dua kepala sekolah lulusan program Guru Penggerak Angkatan II, Meli Gustina yang menjabat Kepala SDN 1 Panjang Selatan dan Heri Risdiyanto sebagai Kepala SDN 2 Batu Putuk, Bandar Lampung.
Supriatin menjelaskan, Kota Bandar Lampung saat ini baru memiliki 289 guru penggerak untuk jenjang SD dan SMP. Dari jumlah itu, 23 orang telah diangkat sebagai kepsek dan 7 orang menjadi pengawas.
Supriatin mengakui, jumlah guru penggerak yang diangkat menjadi kepsek dan pengawas masih di bawah 50 persen. Kendalanya, banyak guru penggerak yang belum memenuhi persyaratan dari golongan kepangkatan.
Selain itu, banyak guru penggerak berstatus honorer atau berasal dari guru swasta. Kalaupun PNS, golongan kepangkatannya belum terpenuhi.
Ia berharap pemerintah pusat mengangkat lebih banyak guru penggerak di Bandar Lampung, yang kualifikasinya memenuhi kriteria dalam Permendikbudristek No 40/2021.
“Kami juga ingin mengisi lebih banyak posisi kepala sekolah dan pengawas dari Guru Penggerak, tapi jumlahnya kan masih terbatas,” ucapnya.
Dalam laman Kemdikbudristek disebutkan, syarat jadi kepala sekolah menurut Permendikbud No 40 Tahun 2021, antara lain guru tersebut memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S1) atau D4 dari perguruan tinggi dan program studi yang terakreditasi.
Selain itu, guru tersebut harus memiliki sertifikat pendidik, sertifikat Guru Penggerak dan
pangkat paling rendah penata muda tingkat I, golongan ruang III/b bagi guru berstatus PNS.
Syarat lainnya adalah memiliki hasil penilaian kinerja guru dengan sebutan Baik selama 2 tahun terakhir untuk setiap unsur penilaian, memiliki pengalaman manajerial paling singkat 2 tahun dan usia harus dibawah 50 tahun saat mendaftar.
Seperti dituturkan Meli Gustina, yang mengaku tak percaya bakal menjadi kepala sekolah di usianya yang tak lagi muda, 49 tahun. Pengangkatannya sebagai kepala sekolah pun baru diketahuinya 1 jam sebelum pelantikan.
“Jadi, saat ada syukuran untuk program guru penggerak angkatan II, saya diberitahu akan pelantikan kepala sekolah satu jam lagi. Dan saya diminta untuk bersiap,” ujarnya.
Ia ikut program guru penggerak secara tak sengaja. Saat mampir ke kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandar Lampung untuk bertanya soal SIM-PKB yang tak bisa diakses, ia malah dapat informasi soal guru penggerak.
Sarjana jurusan Bahasa Indonesia lulusan Unila itu mengaku bangga bisa menjadi bagian dari program guru penggerak. Karena, banyak ilmu baru yang belum pernah diperolehnya dari bangku kuliah.
“Selain itu ada jejaring guru penggerak yang saling dukung untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas,” katanya.
Hal senada dikemukakan Heri Risdiyanto (37) yang diberitahu pelantikannya sebagai kepsek satu hari sebelumnya.
“Modal saya jadi kepsek hanya dua kata, yaitu ‘Siap Pak’. Karena saya yakin, bekal pendidikan guru penggerak selama 9 bulan cukup memadai menjadi kepsek,” katanya.
Heri juga mendorong guru senior dan muda di SDN 2 Batu Putuk Bandar Lampung yang dipimpinnya untuk ikut program guru penggerak. “Alhamdulillah dari 4 guru yang didampinginya, ada dua yang lulus,” ujarnya.
Soal agenda perubahan yang akan dilakukan, Heri bertekad membuat pembelajaran yang menyenangkan di sekolah. Serta pemanfaatan dinding untuk memamerkan karya siswa.
Terkait hal itu, Meli mengatakan, pihaknya akan menggelar kegiatan Gerakan Rp1000. Setiap siswa diminta menabung Rp1000 per hari ke sekolah selama 100 hari. Dana yang terkumpul untuk pembangunan mushola di lingkungan sekolah.
“Siswa juga diajak untuk belajar tentang sedekah yang dilakukan setiap Jumat. Setiap anak membawa dua kue yang kemudian dikumpulkan, lalu setiap orang di sekolah boleh mengambil satu kue yang disukai. “Lewat kegiatan itu siswa belajar tentang berbagi,” ucap Meli. (Tri Wahyuni)