
JAKARTA (Suara Karya): Permenkeu tentang Dana Desa setebal 902 halaman dinilai justru menjadi lebih rumit dan akan memberatkan perangkat desa mengimplementasikannya mengelola dana desa.
Ketua Bidang Pemberdayaan Desa Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Depinas Soksi), Iwan Sulaiman Soelasno mengatakan, alih-alih mempermudah proses pengelolaan dana desa oleh aparatur pemerintah desa, justru PMK ini disinyalir akan membuat perangkat desa semakin rumit mengelola dana desa.
“Awalnya perangkat desa dibingungkan oleh permendes tentang prioritas penggunaan dana desa 2022, lalu muncul Perpres 104/2021 yang poin pentingnya adalah mewajibkan BLT Dana Desa paling sedikit 40 persen. Perangkat desa sesungguhnya berharap PMK bisa menjawab pertanyaan kunci dan kebingungan selama ini, yaitu bagaimana jika tidak mencapai 40 persen, termasuk memberikan kemudahan perangkat desa mengelola dana desa”, tegas Iwan dalam siaran persnya pada Rabu (5/1/2021)`
Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) bernomor 190/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Desa tahun 2022 guna menindaklanjuti UU Nomor 6 Tahun 2021 tentang APBN 2022.
Iwan menilai, PMK setebal 902 halaman ini terlalu sulit dipahami oleh perangkat desa, mengingat disaat yang sama perangkat desa saat ini harus melihat kembali APBDes 2022 untuk disesuaikan dengan PMK.
Karena itu, lanjut Iwan, Kementerian Keuangan harus segera menyederhanakan PMK ini agar mudah dipahami perangkat desa. Kemudian, lanjutnya, Kemenkeu dan Kemendagri segera berkoordinasi untuk melakukan sosialisasi PMK ini.
“Semua pihak di pusat termasuk Kemenkeu sebaiknya ikuti arahan Presiden Jokowi, yaitu sederhanakan regulasi desa dan sederhanakan juga laporan pertanggungjawabannya pemdes,” tandasnya.
Iwan mengatakan, penggunaan Dana Desa 2022 ini masih dihadapkan oleh persoalan lama yang tak kunjung selesai hingga kini.
“Yaitu mulai dari sulitnya perangkat desa memahami regulasi dari pusat sampai pada tumpang tindihnya regulasi tersebut, ujarnya. (indra)