
BANTEN (Suara Karya) : Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, mendalami dugaan korupsi pada anak perusahaan BUMN setelah menetapkan satu tersangka baru berinisial IF dan langsung melakukan penahanan Kamis 7 April 2022. Yang bersangkutan merupakan Presiden Bisnis Development PT. IAS yang anak perusahaan Pertamina.
Kajati Banten, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, tersangka IF ditahan di Rutan Klas II B Pandeglang selama 20 hari untuk mempermudah tim penyidik dalam melakukan pemeriksaan lanjutan. “Tim penyidik menetapkan satu orang tersangka baru, berinisial IF sebagai Presiden Bisnis Devlovment PT. IAS,” kata Lenard.
Modus yang dilakukan IF, kata Leonard, yakni melakukan komunikasi langsung secara intens dengan AC selaku direktur PT. AKTN (swasta)/ Terutama tentang dokumen dalam pekerjaan, untuk Surat Perintah Kerja ( SPK) fiktif hingga proses pencairan pembayaran.
” IF bersama tersangka SY Direktur Keuangan PT. IAS, merencanakan, melakukan percepatan fasilitasi kontrak maupun SPK. Tersangka IF juga diduga menerima uang atau gratifikasi dari tersangka AC, atas pencairan pekerjaan SPK fiktif tersebut,” tutur Leonard.
Menurut Leonard, AC membagi-bagikan sejumlah uang kepada beberapa pihak, masing-masing kepada tersangka DS, SY, SS dan IF yang sudah ditahan lebih dulu. Dengan ditetapkannya IF sebagai tersangka, maka Kejati Banten telah menetapkan 5 tersangka dalam kasus dugaan korupsi SPK bodong tersebut.
Kelima tersangka tersebut, masing – masing DS selaku manager operation & Manufacture PT KPI Balongan, SY selaku Direktur Keuangan PT IAS, SS selaku Presiden Direktur PT IAS, dan AC selaku Direktur PT AKTN, dan IF selaku Presiden Bisnis Devlopment PT. IAS.
Dalam kasus ini, penyidik Kejati Banten telah menyita 175 dokumen, dan memeriksa satu ahli perhitungan kerugian negara. Berkaitan dengan kasus ini, pihak Kejati Banten, telah memeriksa 31 saksi untuk menggali keterangan.
Di antaranya, 12 orang PT IAS termasuk Presiden Direktur, Direktur Keuangan, 2 oran g dari PT PAS, 9 dari PT KPI Balongan, 2 orang dari Pertamina, 5 orang dari PT AKTN dan 1 orang dari PT EVTECH.
Disebutkan Leonard, peristiwa penyimpangan keuangan Negara tersebut, dilakuka pada Juli 2021. Saat itu PT. IAS yang merupakan anak perusahaan PT. PAS, telah menerbitkan tiga kontrak atau Surat Perintah Kerja (SPK), kepada rekanan PT Everest dan PT Aruna Karya.
SPK itu seolah-olah benar adanya untuk mengadakan pekerjaan paket 3D Pack dan aplikasi atau sofware AMIS untuk memenuhi pekerjaan pada PT Pertamina Balongan. “Namun tidak ada (pekerjaan), dan SPK telah dilakukan pembayaran,” kata Leonard. ( Wisnu Bangun)