
JAKARTA (Suara Karya): Tanoto Foundation (TF) berkolaborasi dengan Asia Philanthropy Circle (APC) dalam penelitian inovatif perkembangan anak usia dini di Asia. Peluncuran hasil penelitian tersebut digelar di Singapura, Kamis (6/7/23).
Anggota Dewan Wali Amanat TF, Belinda Tanoto menjelaskan, penelitian menghasilkan pemetaan paling komprehensif mengenai pola pengasuhan dan pengembangan anak usia dini Tiongkok, Singapura, Indonesia dan Filipina.
“Studi Lanskap Pengembangan Anak Usia Dini Regional ini merupakan pemetaan paling komprehensif hingga saat ini tentang program pengasuhan dan pengembangan anak usia dini di Asia,” ucap Belinda.
Studi ini dilakukan Centre for Evidence and Implementation (CEI), yang didukung oleh Tanoto Foundation, anggota APC serta para donatur di wilayah tersebut.
Temuan studi menunjukkan, di keempat negara tersebut, ada peningkatan yang nyata dalam komitmen pemerintah untuk memberi dukungan holistik kepada anak-anak, keluarga dan masyarakat.
Hal itu terlihat dari kebijakan dan undang-undang yang ada, serta investasi signifikan dalam bidang kesehatan dan pendidikan awal. Namun, studi juga menunjukkan meski kebijakan nasional telah ada, banyak tantangan dalam implementasi lokal.
Tantangan itu, antara lain kurangnya pembiayaan yang berkelanjutan, kapasitas dan pengetahuan di sektor tersebut, serta hambatan sosial-ekonomi dan budaya lainnya.
“Padahal periode awal perkembangan anak sangat penting, karena dampaknya jangka panjang hingga masa depan. Kami dukung penelitian ini guna lebih memahami kebutuhan sistem pengembangan anak usia dini di 4 negara,” ujar Belinda.
Tujuan penelitian itu juga sejalan dengan upaya yang dilakukan TF untuk mendorong dukungan atas inisiatif yang mempromosikan pengembangan anak usia dini berkualitas di seluruh wilayah Asia,” ucapnya.
Tanoto Foundation, organisasi filantropi independen bidang pendidikan asal Indonesia, yang pertama mendekati APC untuk membuat studi regional guna lebih memahami kesenjangan dan mengidentifikasi potensi kerja sama dalam bidang pengembangan anak usia dini.
Chief Operating Officer Asia Philanthropy Circle, Stacey Choe menyambut baik usulan Tanoto Foundation hingga tercipta hasil penelitian berjudul Studi Lanskap Pengembangan Anak Usia Dini Regional tersebut.
“Filantropi di seluruh Asia, termasuk anggota-anggota APC, telah melakukan banyak pekerjaan dalam bidang anak usia dini. Karena itu, hasilnya perlu dipetakan agar lebih mudah dipahami dan diimplementasikan melalui program-program,” kata Stacey Choe.
Ditambahkan, penelitian itu juga membantu organisasi filantropi untuk menggali isu-isu yang belum ditangani dan menemukan area-area di mana semua pihak dapat bekerja sama untuk menciptakan dampak yang lebih besar.
Salah satu tujuan dari penelitian adalah memberi panduan kepada para donor, penyedia layanan, lembaga pemerintah dan pemangku kepentingan utama lainnya terkait kesenjangan tersebut. Sehingga tercipta intervensi yang sesuai.
Hasil penelitian itu juga memberi rekomendasi di sektor-sektor, dimana kerja sama dapat dilakukan untuk memperkuat dan meningkatkan hasil di area tersebut.
Hal senada dikemukakan Associate Director CEI, Gayatri Kembhavi-Tam yang memimpin studi. Katanya, tanpa pemahaman yang jelas tentang situasi saat ini di suatu negara atau wilayah, para pemangku kepentingan sering bekerja secara terfragmentasi atau tidak terkoordinasi.
“Hal itu akan menggandakan upaya atau menginvestasikan dana pada program-program yang tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dengan baik,” ujarnya.
Ditegaskan, pengembangan anak usia dini menjadi dasar bagi perkembangan fisik, emosional, dan intelektual anak yang baik. Hal itu juga merupakan indikator kuat untuk perkembangan jangka panjang.
Bukti terbaru menunjukkan, pola pengasuhan yang baik pada masa awal kehidupan anak butuh akses kepada program dan layanan komprehensif antara masa kelahiran hingga usia 6 tahun yang meliputi kebutuhan kesehatan dan perkembangan mereka, termasuk pendidikan awal.
Beberapa kesenjangan umum di seluruh wilayah yang butuh perhatian lebih lanjut, antara lain neban ganda paradoks malnutrisi dan obesitas.
Kasus malnutrisi dan stunting di Indonesia dan Filipina masih tinggi, sementara jumlah anak yang mengalami kelebihan berat badan dan obesitas meningkat di keempat negara tersebut.
Hal itu menunjukkan potensi kurangnya akses informasi bagi pengasuh mengenai nutrisi yang tepat dan makanan sehat.
Selain juga ada ketimpangan dalam akses terhadap layanan kesehatan bagi beberapa kelompok penduduk, karena keterbatasan ekonomi atau ketersediaan layanan, terutama di daerah pedesaan, serta kekurangan tenaga profesional yang terlatih.
Kendala lainnya adalah kurangnya perhatian terhadap lingkungan pembelajaran di rumah dan peran ayah. Kedua faktor itu memiliki dampak vital pada pengembangan anak usia dini.
“Kurangnya kapasitas dalam sektor pengembangan anak usia dini. Diperlukan pelatihan, pengembangan, dan pengakuan bagi para tenaga kerja pengembangan anak usia dini, seperti tenaga kesehatan, guru, dan pekerja sosial, untuk meningkatkan kualitas layanan dan dukungan yang dapat mereka berikan kepada keluarga,” ujar Gayatri.
Ditambahkan, kurangnya data dan penelitian tingkat nasional yang dapat diandalkan untuk mendukung pengambilan keputusan berbasis bukti.
Untuk itu, diperlukan dukungan dan pengakuan terhadap penelitian dan pengumpulan data untuk lebih memahami kebutuhan masyarakat dan program-program yang efektif, guna membuat kebijakan dan keputusan yang lebih baik.
Selain kurangnya koordinasi antara para pemangku kepentingan. Diperlukan koordinasi antara para pembuat kebijakan, LSM, pendana, penyedia layanan, dan anggota masyarakat untuk meningkatkan implementasi kebijakan dan inisiatif dalam bidang pengembangan anak usia dini.
Studi ini dilakukan selama satu tahun pada 2022 dan menguji total 276 program dan 145 kebijakan nasional dan sub-nasional terkait pengembangan anak usia dini di keempat negara.
CEI juga melakukan wawancara dengan 52 pemangku kepentingan dari pemerintah, akademisi, organisasi non-pemerintah, dan organisasi filantropi.
Studi ini merupakan hasil kolaborasi regional yang dipimpin oleh APC bekerja sama dengan CEI dan Centre for Holistic Initiatives for Learning and Development (CHILD), serta didukung oleh 11 anggota APC dan organisasi filantropi di seluruh wilayah, termasuk Tanoto Foundation.
Selain itu ada Ayala Foundation (Filipina), Yayasan Bakti Barito (Indonesia), Djarum Foundation (Indonesia), Knowledge Channel Foundation (Filipina), IshK Tolaram Foundation (Indonesia), Li Foundation (Singapura), Nomura (Singapura), Quantedge Advancement Initiative (Singapura), Ramon Aboitiz Foundation (Filipina), dan Zuellig Family Foundation (Filipina). (Tri Wahyuni)