Tolak Kekerasan Di Bumi Papua, Semua Harus Bersatu Untuk Membangun

0

JAKARTA (Suara Karya): Paska terjadinya kerusuhan di Papua dan Papua Barat, penyelesaian konflik di Papua harus melibatkan pemuda. Percuma membangun infrastruktur di Papua tapi mengabaikan para pemuda. Kerusuhan di Papua dan Papua Barat seharusnya dapat menjadi motivasi semua pihak, untuk bersatu membangun Papua lebih baik, dan lebih maju.

Bila semua aspek bersatu, masalah Papua yang begitu kompleks dapat menjadi suplemen penguatan agar Papua menjadi tumpuan dunia. Masalah yang begitu kompleks di Papua jangan menjadi halangan tetapi menemukan solusi bagaimana secara global Papua tidak hanya menjadi tumpuan nasional, tetapi juga menjadi tumpuan ekonomi dunia.

Pendapat itu disampaikan Prof. Bambang Shergi Laksmono M.Sc, (Kepala Papua Center UI) didepan sekitar 40 orang dari elemen mahasiswa dan pemuda yang menghadiri pelaksanakan dialog terbuka dengan cut out Yayasan Ahimsa Indonesia, mengangkat tema “Kita semua Bersaudara, Tolak Kekerasan di Bumi Papua” di Reading Room, Kemang, Jakarta, Rabu (25/9/2019).

Selain Prof. Bambang Shergi Laksmono M.Sc, nara sumber lainnya adalah Muhammad Rifai Darus (tokoh pemuda Papua/mantan Ketua KNPI Periode 2013-2018), Frangki (Ketua Harian Masyarakat Adat Prov. Papua Barat/Dir. Eksekutif Papua Center) dan Budi Arwan, S.STIP, M.Si. (Plh. Direktur Penataan Daerah, Otsus, dan DPOD Kemendagri).

Lebih lanjut Kepala Papua Center UI, Prof. Bambang Shergi Laksmono M.Sc, mengatakan seyogyanya masyarakat Indonesia banyak bergaul di wilayah timur biar semangat kebersamaan dan persatuan tumbuh, jangan hanya melihat dunia barat saja.

Ia mengingatkan, hal yang perlu didorong pemikiran dari security approach (pendekatan keamanan) menjadi posperity approach (pendekatan kesejahteraan). Semangat membangun namun belum dari daerah, semuanya biasanya dari Jakarta. Pendekatan budaya masyarakat Papua adalah sebuah ruang yang harus diisi pemikirannya. “Saat ini kita bicara tentang legitimasi dan kepemimpinan. Kepemimpinan di Papua berbasis adat namun pembangunannya masih bersifat kapitalis,” katanya.

Ia mengutarakan, dalam konflik Papua, seharusnya Presiden harus langsung membela ketika mahasiswa Papua disebut dengan “kata kata binatang” pada pemantik awal dari kasus rasis di Surabaya. Masyarakat Papua pada saat itu harus di bela agar tidak terjadi amarah di Papua.

Tidak Boleh Ditindas

Tokoh Pemuda Papua/mantan Ketua KNPI Periode 2013-2018, Muhammad Rifai Darus mengatakan, Pemerintah Indonesia dalam penyelesaian masalah Papua, harus mengikuti Papua bukan Papua yang mengikuti pemerintah. Melihat permasalahan Papua harus dilihat dari sisi Papua bukan dari sisi Jakarta.

Jakarta harus bisa menyelesaikan Papua dengan cara Papua bukan cara Indonesia. Papua bagian dari Indonesia, Permasalahan di Papua penyelesaiannya tarik ulur antara nasionalisme dengan humanisme.

Papua masih membutuhkan kita semua termasuk stake holder yang ada. Pemerintah pusat harus menyelesaikan Papua dengan kacamata Papua dan mata hati Papua karena Papua unik dan berbeda dengan daerah lainnya.

Sementara itu Frangki, Ketua Harian Masyarakat Adat Prov. Papua Barat/Dir. Eksekutif Papua Center, mengatakan, dalam konteks lokal ada lembaga masyarakat adat dengan konsentrasi SDM nya. Dalam beberapa tahun terakhir Papua center memperkenalkan keseluruh nusantara adat budaya Papua. Jabat erat adat nusantara/silaturahmi budaya antara lain dengan melakukan temu adat di Kota Bandung.

Dengan konsep silaturahmi budaya kita mengajak pemuda/mahasiswa Papua yang kuliah di Kota Bandung antara klain dengan meningkatkan industri kreatif, sehingga terlahir adanya brand dan Papua style. Kita inginkan para pemuda/mahasiswa Papua mempunyai keahlian lain bukan hanya mengejar status menjadi ASN untuk dapat hidup.

Untuk merangkul Papua, pemerintah tidak bisa langsung dengan cara politis, pendekatan cara budaya bisa lebih mengena masyarakat Papua. Kita ingin konsentrasi masyarakat Papua kedepan bukan masa lalu. Siapa yang bisa menentukan masa depan Papua, yang bisa menentukan masa depan Papua adalah orang Papua itu sendiri.

Untuk membangun Papua kita tidak membutuhkan superman tetapi membutuhkan keterlibatan semua pihak. Perlu solidaritas kita sebagai anak bangsa untuk menyelamatakan 3 hakekat, harta, nyawa dan martababat masyarakat Papua.

Sementara itu Plh. Direktur Penataan Daerah, Otsus, dan DPOD Kemendagri, Budi Arwan, S.STIP, M.Si. mengatakan ada daerah-daerah kekhususan dan keistimewaan antara lain Papua. Indonesia sangat beragam, banyak suku, pulau dan lainnya. Untuk 5 kondisi khusus misal Aceh, DKI, Jogya, Papua, banyak sisi yang harus dibenahi.

Untuk Prov. Papua, dana Otonomi Khusus akan habis tahun 2021 maka harus direvisi UU No, 21 tentang Otonomi Khusus bagi Papua, untuk kesejahteraan masyarakat Papua. Pemerintah ingin membangun Papua kedepan dengan berlandaskan kepercayaan antara pusat dan daerah. Pemerintah Pusat dan daerah sama – sama harus transparansi, jangan terjadi saling salah mempersalahkan, karena yang akan dirugikan masyarakat.

Dana Otsus harus tepat sasaran agar kesejahteraan masyarakat Papua tercapai. Generasi muda dan mahasiswa agar ada chek dan balance dalam penggunaan dana otsus maka harus mengawasi penggunaannya, baik di Prov. Papua maupun di Pemerintah Pusat.

Untuk mengurus Papua harus mengarah kesepahaman. Kita bersukur di era pemerintahan Jokowi ada semangat kebersamaan untuk gotong royong. Semua Kementerian dan Lembaga terkait harus mendukung terciptanya kesejahteraan di Papua, selain masalah pembangunan oleh Kemen PUPR.

Untuk budaya, masyarakat Papua masih ada yang mencari pekerjaan dengan cara tradisional sehingga untuk mengatasi permasalahan Papua memang perlu merubah mind set atau dengan melakukan pendampingan kepada masyarakat disana dalam melakukan pendekatan pembangunan di sana.

Kemajuan sudah terjadi di Prov. Papua, yang bisa merubah kesejahteraan masyarakat Papua memang orang Papua namun pendatang juga berperan untuk kemajuan masyarakat Papua. (Pram)