
JAKARTA (Suara Karya): Perusahaan yang ingin berkembang di era digital harus memiliki fondasi data yang baik, akurat, arsitektur yang tepat, dan susunan data. Namun, sayangnya banyak perusahaan yang belum menganggap penting data yang dimiliki.
“Sekitar 60 persen perusahaan tidak menyadari betapa besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh data. Kerugiannya mencapai rata-rata 15 juta dolar per tahun,” kata President Director IBM Indonesia, Roy Kosasih dalam ‘media briefing’ di Jakarta, Rabu (1/2/23).
Ditambahkan, data tersebut bisa berdampak buruk terhadap bisnis karena tidak diperhitungkan sejak dini. Studi besar lainnya juga menemukan dampak moneter yang muncul karena data yang buruk.
“Karena itu, pentingnya integrasi dan alur kerja di seluruh perusahaan, apalagi jika aliran data itu terjadi dalam skala besar,” ujar Roy Kosasih.
Ia menyinggung perlunya pemberlakuan otomatisasi secara menyeluruh pada bisnis. Mengingat banyak investasi pada teknologi yang tidak membuahkan hasil, karena eksekusi yang dilakukan tidak terintegrasi.
“Tahun 2023 ini kita bukan memasuki era pemakaian teknologi digital dalam dunia bisnis. Tetapi, bagaimana teknologi diterapkan untuk mencapai manfaat semaksimal mungkin bagi perusahaan,” ucapnya menegaskan.
Ditambahkan, pelaku bisnis di tahun ini harus berpikir lebih menyeluruh agar perusahaan dapat berjalan dengan baik dan berdampak positif.
Hal senada dikemukakan Technology Leader IBM Indonesia, Cin Cin Go. Menurutnya, organisasi perlu beralih dari RPA dan otomatisasi berbasis aturan untuk menanamkan kecerdasan di berbagai proses dan tingkat penugasan.
“Kami percaya organisasi perlu memulai proses bisnis dan membayangkan kembali bagaimana proses tersebut dapat diterapkan secara optimal dengan mempertimbangkan teknologi yang tersedia,” katanya.
Dan yang tak kalah penting adalah keamanan siber yang terhubung di seluruh ekosistem, akibat terjadinya perpindahan tempat kerja secara besar pascapandemi. Dampak bekerja dari rumah, membuat proyek perusahaan menjadi terancam.
“Dampaknya, sistem deteksi ancaman menjadi lelah akibat melakukan banyak peringatan. Untuk itu, pendidikan keamanan siber untuk karyawan di seluruh organisasi sangatlah penting,” ucapnya.
Menurut Cim Cin Go, strategi keamanan tanpa kepercayaan dapat membantu organisasi meningkatkan ketahanan dunia maya dan mengelola risiko lingkungan bisnis yang terputus.
Di Amerika Serikat telah diterapkan strategi federal zero trust architecture (ZTA) yang mewajibkan lembaga untuk memenuhi standar dan objektivitas keamanan siber tertentu pada akhir 2024. Hal itu untuk memperkuat pertahanan pemerintah terhadap ancaman kampanye yang terus semakin canggih. (Tri Wahyuni)