UNJ Tetap Kebanjiran Peminat, Meski Profesi Guru Tak Dilirik Milenial

0

JAKARTA (Suara Karya): Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sebagai salah satu Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan (LPTK) ternyata tetap dibanjiri peminat, meski profesi guru saat ini kurang dilirik milenial. Ada sekitar 4.500 mahasiswa baru masuk UNJ setiap tahunnya.

“Profesi guru tidak lagi jadi pilihan tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak negara maju. Sebagai LPTK, kami akan meningkatkan pembelajaran agar profesi guru memiliki posisi tawar yang tinggi seperti dokter, pengacara atau insinyur,” kata Pelaksana (Plt) Rektor UNJ, Intan Ahmad dalam Dies Natalis ke-55 di kampus UNJ Rawamangun Jakarta, Kamis (16/5).

Seperti diberitakan sebelumnya, angket yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) kepada peserta UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) 2018 menunjukkan hasil yang mengejutkan. Profesi guru ternyata kurang diminati siswa. Jika ada sebagian siswa memilih jadi guru, nilai UNBK-nya dibawah rata-rata.

UNJ merupakan salah satu LPTK yang paling diminati se-Indonesia. Karena itu tak heran jika peminatnya berlimpah. Namun, kuota daya tampung dibatasi hingga 4500 mahasiswa per tahun demi menjaga kualitas. “Tantangan bagi UNJ bagaimana perguruan tinggi ini mampu menghasilkan guru yang berkualitas,” ucapnya.

Intan menilai, butuh kerja keras untuk menaikkan pamor guru di kalangan milenial. Selain memberi kesejahteraan, guru menyandang tugas mulia yang tak dimiliki profesi lain yaitu mendidik anak dari nol hingga menjadi cerdik pandai.

“Untuk menjadi guru, selain kuliah selama 4-5 tahun, mahasiswa harus ikut PPG (Pusat Pelatihan Guru) selama 1 tahun. Setelah itu ia dilatih belajar. Mahasiswa UNJ bersyukur karena punya sekolah Labschool yang menjadi benchmark sekolah berkualitas di Jakarta,” tuturnya.

Guru, lanjut Intan Ahmad, harus pintar secara akademik. Ia harus berada pada rangking 10 terbaik di sekolah. Hal itu telah diterapkan Filandia sejak lama. Makanya tak heran jika negara tersebut memiliki kualitas pendidikan yang mumpuni.

“Pengalaman negara Filandia dalam memajukan pendidikan, sebenarnya tidak bisa kita pakai sebagai benchmark. Karena budaya kita berbeda dengan Filandia. Kita harus cari sendiri solusi atas kondisi ini,” tuturnya.

Ditanya bagaimana nasib LPTK jika peminatnya terus menurun, Intan Ahmad menegaskan, minat menjadi guru di Indonesia sebenarnya masih tinggi. Hal itu terlihat pada jumlah pendaftar ke UNJ setiap tahunnya. “Perguruan tinggi kita itu rangkingnya beragam. Kondisi di UNJ tak sama dengan kampus lain,” katanya.

Ditanya profesi guru akan bertahan di era disrupsi, Intan mengatakan, hal itu bisa terjadi. Untuk itu, guru perlu dibekali cara pembelajaran modern. Dalam paedagoginya, mahasiswa perlu diajari bagaimana menghadapi generasi milenial. (Tri Wahyuni)