Suara Karya

Untuk Langsing, Tak Cukup dengan Diet!

JAKARTA (Suara Karya): Untuk menjadi langsing, berdiet saja tidak cukup. Lakukan olahraga atau perbanyak aktivitas fisik. Karena dua hal itu justru memainkan peran penting dalam melumerkan lemak dari dalam tubuh.

“Orang sering melupakan olahraga saat ingin menjadi langsing. Beragam metode diet dicoba, hingga tubuh jadi kelaparan. Padahal, olahraga adalah kunci untuk mendapatkan tubuh yang ideal,” kata dokter spesialis olahraga, Zaini K Saragih dalam diskusi media yang diadakan Kementerian Kesehatan di Jakarta, Rabu (4/9/2019).

Anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO) itu menyebut olahraga tak berbiaya mahal yang tidak saja menyehatkan, tetapi juga melangsingkan tubuh. Olahraga itu adalah jalan kaki. Lakukan secara rutin 3-7 kali seminggu selama 30-60 menit, lalu lihat perbedaan pada tubuh setelah 2-3 bulan.

“Proses adaptasi tubuh dari olahraga biasanya terlihat setelah 2 bulan. Pada sebagian orang, mungkin berat badan tidak turun, tapi tubuh menjadi lebih terbentuk,” ujarnya.

Jika ingin hasil lebih optimal, lanjut Zaini, variasikan jalan kaki dengan olahraga angkat beban. Jika tidak punya alat seperti barbel, bisa gunakan dua botol air mineral sebagai gantinya. “Olahraga itu tidak mahal kan,” kata dokter yang sehari-hari praktik di RS MMC Jakarta itu.

Jika tidak punya waktu untuk olahraga, lanjut mantan dokter timnas dan komite medis PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia), perbanyak kegiatan aktivitas fisik. Bagi ibu rumah tangga, lakukan sendiri kegiatan bersih-bersih rumah, mulai dari menyapu, mengepel, cuci mobil, ke pasar hingga mengantar anak ke sekolah.

“Untuk pekerja, bila lakukan jalan kaki seputar ruangan kantor atau turun naik tangga setelah 1 jam duduk. Bisa juga aktivitas ringan dengan memanfaatkan kursi dan meja kantor, seperti duduk dan berdiri, menggerak kaki dibawah meja atau turun atau naikkan tangan saat duduk di kursi. Banyak cara dilakukan agar tubuh bergerak,” ujar Ketua Umum Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) itu.

Olahraga, Zaini menambahkan, juga perlu dilakukan pada orang sehabis sakit. Gerakannya, tentu saja disesuaikan dengan kondisi tubuh. Bahkan pada orang yang telah didiagnosis penyakit jantung.

“Orangtua yang sudah menggunakan tongkat pun butuh olahraga. Caranya bisa dengan duduk dan berdiri lalu dilakukan berulang di kursinya. Beri pegangan agar tak jatuh. Ada pasien saya, setelah tiga bulan, dia tak butuh tongkat lagi untuk berjalan,” tuturnya.

Zaini kemudian mengutip jargon dari ahli kesehatan dunia yaitu “activity is medicine”. Pernyataan itu merujuk pada hasil penelitian di Amerika setelah angka penduduk obesitas di negara itu terus bertambah. Awalnya diduga kenaikan angka obesitas itu karena pola makan junk food.

“Dugaan itu ternyata salah. Terjadinya obesitas bukan karena pola makan junk food semata, tetapi aktivitas yang berkurang. Karena itu, kampanye soal olahraga dan aktivitas fisik kembali digalakkan di Amerika,” katanya.

Dokter Zaini mengingatkan orangtua untuk memperbanyak kegiatan yang berhubungan aktivitas pada anak. Biarkan otot anak berkembang secara optimal. Jika anak sehat dan bugar, otaknya juga berkembang baik.

“Saat anak usia dibawah 6 tahun, jangan bebani anak dengan beragam kursus agar terlihat pintar. Biarkan anak bermain lepas untuk perkembangan sensorik motoriknya. Lihat saja sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) di Jepang, tak ada belajar tulis menulis,” katanya.

Jika anak ingin menjadi atlet, menurut Zaini, tak perlu dilakukan usia dini. Biarkan otot anak berkembang secara optimal hingga usia 10 tahun, lalu baru boleh ikut latihan olahraga yang diminati. “Jika satu jenis olahraga saja yang dilatih, maka hanya otot itu saja yang berkembang. Padahal anak butuh otot yang berkembang sempurna untuk menunjang kegiatan hariannya,” kata Zaini menandaskan. (Tri Wahyuni)

Related posts